Suara.com - Laporan Kaspersky menunjukkan bahwa kesadaran terhadap risiko online ada, tetapi masih perlu beberapa perbaikan.
Berjudul “Making Sense of Our Place in the Digital Reputation Economy”, mengungkapkan beberapa jenis informasi pribadi yang dianggap kritikal bagi para pengguna media sosial di Asia Tenggara, yang tidak ingin mereka bagikan atau simpan secara online.
Di platform jejaring sosial, masyarakat Asia Tenggara memilih untuk tidak membagikan informasi identitas pribadi mereka di media sosial (69 persen), informasi tentang keluarga dekat (64 persen).
Termasuk informasi keberadaan mereka (geotag) (54 persen), dan pekerjaan (47persen).
Selain itu, responden dari Asia Tenggara hampir dengan suara bulat mengungkapkan, kekhawatirannya jika data berharga ini akan dilihat atau dicuri oleh para pelaku kejahatan siber (73 persen) dan orang tidak dikenal secara online (61 persen).

“Krisis kesehatan yang terjadi telah mempercepat upaya non-tunai di Asia Tenggara dengan signifikan, paralel dengan perubahan offline-ke-online dari sebagian besar aktivitas di kawasan ini sejak tahun lalu," terang Chris Connell, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky.
Dia menambahkan, fenomena ini patut disambut dengan baik melihat para pengguna kini mulai mempertimbangkan data mana, yang dapat mereka bagikan dan yang tidak secara online.
Sebagian besar masyarakat kini juga menyadari bahwa para pelaku kejahatan siber dan orang asing seharusnya tidak pernah boleh mendapatkan informasi penting tersebut.
"Bagaimanapun, kesadaran online juga harus dapat dibuktikan dengan tindakan,” tegasnya.
Baca Juga: Waspada Serangan Ransomware di Sektor Kesehatan, Dampaknya Bisa Gawat
Sementara sebagian besar, sebanyak (71 persen) responden di Asia Tenggara menggunakan kata sandi untuk melindungi laptop atau ponsel mereka.