Ia adalah eks pasukan komando Israel. Setelah bergabung dengan militer Israel pada 1990, ia lolos seleksi untuk menjadi anggota pasukan khusus elit Sayeret Matkal.
Tak hanya itu, ia kemudian juga menjadi anggota pasukan komando Maglan - unit khusus dalam militer Israel yang biasa beroperasi di dalam daerah lawan dengan menggunakan senjata serta peralatan berteknologi canggih.
Sebagai perdana menteri, Naftali Bennett diduga akan memiliki kebijakan tak jauh berbeda dari Netanyahu soal hubungan dengan Palestina. Bennett sering menggambarkan diri sebagai "lebih kanan" dari pendahulunya itu.
Bennett adalah pendukung paling gigih negara Israel. Ia bahkan menolak solusi dua negara - pendirian negara Israel dan Palestina - sebagai akhir dari konflik kedua negara di Timur Tengah.
"Selama saya masih memiliki power dan kontrol, saya tak akan menyerahkan satu sentimeter pun lahan dari Tanah Israel. Titik," tegas Bennett dalam sebuah wawancara pada Februari 2021.
Ia juga adalah pendukung kuat pemukiman Yahudi di Tepi Berat dan menolak untuk menyerahkan Dataran Tinggi Golan kepada Suriah. Meski demikian, ia pernah mengatakan bahwa Israel tak memiliki hak atas Gaza.
Bahkan dalam sebuah debat di televisi beberapa waktu lalu, Bennett pernah mengatai seorang anggota parlemen Israel dari partai Arab dengan ungkapan bernada rasis.
"Ketika kalian masih bergelantungan di pohon, kami sudah memiliki negara Yahudi di sini," ujar Bennet seperti dilansir dari BBC.
Tetapi namanya juga politikus, Naftali Bennett kini berkoalisi dengan partai Arab, Ra'am, untuk bisa mendepak Netanyahu dari kursi perdana Menteri. Koalisi itu juga melibatkan partai Yesh Atid yang beraliran tengah.
Baca Juga: Benjamin Netanyahu Berakhir, Israel Dipimpin Perdana Menteri Naftali Bennett