Prediksi Kejahatan Siber 2022: Marak Pembobolan Data, Serangan Kripto, dan NFT

Dythia Novianty Suara.Com
Kamis, 13 Januari 2022 | 11:45 WIB
Prediksi Kejahatan Siber 2022: Marak Pembobolan Data, Serangan Kripto, dan NFT
Ilustrasi kejahatan siber. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para ahli dari Tim Riset dan Analisis Global (GReAT) Kaspersky mengungkapkan, tren teratas yang harus diwaspadai pada 2022 di Asia Tenggara.

Masa pandemi bertepatan dengan munculnya serangan ransomware yang ditargetkan di seluruh dunia, berfokus pada sektor paling kritikal serta bisnis yang sensitif terhadap gangguan.

Dilansir dari keterangan resminya, Kamis (13/1/2022), para ahli Kaspersky percaya bahwa jumlah serangan semacam itu akan berkurang selama 2022.

“Inisiasi awal dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), yang melibatkan FBI, dan keapabilitas ofensif Komando Siber AS," kata Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik di Kaspersky.

Kaspersky mengantisipasi bahwa serangan tersebut mungkin dapat muncul sewaktu waktu, fokus menyerang negara-negara berkembang dengan kemampuan investigasi siber minimal atau negara-negara yang bukan sekutu AS.

Layanan hosting yang tersedia secara luas yang ditawarkan oleh negara-negara seperti Singapura dan Malaysia, layanan dan infrastruktur pusat data masih dapat disalahgunakan oleh kelompok ransomware bertarget.

Ilustrasi uang tebusan diserahkan agar peretas membuka akses komputer yang dikunci oleh ransomware. [Shutterstock]
Ilustrasi uang tebusan diserahkan agar peretas membuka akses komputer yang dikunci oleh ransomware. [Shutterstock]

Penipuan Online Tingkat Lanjut dan Rekayasa Sosial

Salah satu karakteristik warga negara berkembang adalah keingingan mendapatkan perasaan aman.

Hanya saja, lebih sulit menemukan infrastruktur yang tidak terlindungi atau pengguna yang terinfeksi di negara-negara berkembang.

Baca Juga: Kumpulkan Selfie Selama 5 Tahun, Ghozali Sukses Jual Fotonya lewat NFT

Inilah sebabnya mengapa penyerang lebih mengutamakan serangan yang berfokus pada non-teknologi, eksploitasi kerentanan manusia.

Kemudian, melibatkan segala jenis macam rekayasa sosial melalui SMS, panggilan telepon otomatis, pengirim pesan populer, jejaring sosial, dan lain-lain.

Jumlah laporan scam terus meningkat dari tahun ke tahun menurut Kepolisian Singapura:

  • Pada 2021, bertambah 16 persen
  • Pada 2020, bertambah 108,8 persen
  • Pada 2019, bertambah 27,1 persen
  • Pada 2018, bertambah 19,5 persen

Ini juga relevan dengan negara-negara lain di kawasan ini. Di Thailand, hampir 40.000 orang menjadi korban penipuan online.

Korban ditunjukkan dengan transasksi tidak dikenal dari rekening bank dan kartu kredit mereka.

Scammers juga menggunakan situs bank palsu untuk mencuri rincian perbankan Malaysia tahun lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI