Meta juga sempat menghapus kampanye disinformasi dari jaringan China, yang diumumkan pada Agustus lalu. Tercatat lebih dari 7.700 akun Facebook telah dihapus Meta.
Meta kemudian menyimpulkan apabila Tiongkok sukses menjadi bahan utama dalam perdebatan publik soal pemilu di seluruh dunia, maka kemungkinan pengguna bakal lebih banyak melihat operasi besar dari China untuk mengacaukan debat tersebut.
Hal yang sama juga bisa terjadi di kasus Rusia vs Ukraina. Jika para pengguna di Eropa dan Amerika Utara awalnya mendukung Ukraina, tak menutup kemungkinan Rusia ikut campur untuk mengubah pandangan mereka.
Hal lain yang diungkap Meta soal tren kampanye CIB ini adalah para akun palsu itu juga bergerak di platform media sosial untuk diskusi lain seperti Medium, Reddit, dan Quora.
Jadi mereka tak lagi fokus di salah satu platform media sosial untuk menyebarkan kampanye disinformasi tersebut.
Meta menjelaskan kalau banyaknya akun yang pindah ke media sosial alternatif dikarenakan platform besar sudah mulai ketat dalam mengawasi konten. Maka dari itu banyak akun yang beralih ke media sosial lebih kecil karena pengawasan lebih longgar.
Perusahaan pun menyebut kalau munculnya AI generatif berpeluang menimbulkan masalah baru dalam kampanye disinformasi. Tapi teknologi ini sepertinya belum sampai ke aktivitas seperti hack (peretasan) ataupun kebocoran data.
Di sisi lain Meta juga mulai menanamkan investasi ke AI untuk mengidentifikasi konten yang sekiranya melanggar kebijakan. Perusahaan pun ikut menggandeng 100 lembaga independen cek fakta untuk meninjau saringan konten dari AI tersebut.
“Meskipun penggunaan AI oleh pelaku ancaman yang kami lihat sejauh ini masih terbatas dan tidak terlalu efektif, kami ingin tetap waspada dan bersiap untuk merespons seiring dengan berkembangnya taktik mereka,” tulis laporan itu.
Baca Juga: Saat AI Dijadikan Senjata Perang Israel ke Palestina, Mampu Sasar 444 Target per Hari