Suara.com - Google buka suara usai Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi memulai sidang dugaan kasus monopoli di Indonesia. Perusahaan asal Amerika Serikat itu mengaku siap bekerja sama dengan KPPU.
Kunal Soni selaku Director Google Play APAC Scaled Partner Management & Ecosystem Partnerships mengatakan kalau KPPU saat ini sedang meninjau operasi Google Play, sebuah toko online untuk menemukan aplikasi, game, film, acara TV, buku, dan konten lainnya.
"Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini sedang meninjau operasi Google Play dan kami menyambut baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan KPPU, sambil menunjukkan transparansi dan pilihan yang Android dan Play tawarkan bagi para pengembang dan pengguna, sekaligus menjelaskan bagaimana platform kami telah mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia," katanya, dikutip dari blog resmi Google Indonesia, Minggu (7/7/2024).
Ia mengklaim kalau sistem penagihan Google Play memungkinkan pengembang Indonesia untuk bertransaksi secara aman dan lancar dengan pengguna di lebih dari 190 negara di seluruh dunia.
Kunal Soni menyebut kalau Google Play juga bekerja sama dengan berbagai penyedia layanan pemrosesan pembayaran milik perusahaan Indonesia seperti e-Wallet Dana dan GoPay, hingga pulsa operator dari Indosat dan Telkomsel.
Bahkan, lanjut dia, konsumen Indonesia memiliki banyak cara untuk membayar dalam aplikasi di Google Play.
"Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara pertama tempat Google Play melakukan uji coba sistem bagi pengguna untuk memilih antara sistem penagihannya dan sistem penagihan alternatif pilihan pengembang," paparnya.
Kunal Soni menuturkan kalau biaya layanan Google Play juga yang terendah di antara platform distribusi aplikasi besar lain. Menurutnya, sebagian dari biaya layanan yang dikenakan pada transaksi barang atau jasa digital dalam aplikasi di Google Play digunakan untuk mendanai pengembangan Android dan Google Play.
"Model ini adalah model yang masuk akal dan bijaksana. Kami hanya mendapatkan penghasilan ketika pengembang berhasil menjual produk mereka. Dengan demikian, kepentingan kami selaras dengan pengembang, dan kami memiliki insentif kuat untuk terus berinvestasi dalam meningkatkan platform, sehingga pengembang dapat lebih mudah memonetisasi aplikasi dan menjangkau pengguna di seluruh dunia," urai dia.
Baca Juga: Apa Itu GetApps di HP Xiaomi? Apa Bedanya dengan Google Play Store?
Kunal melanjutkan, sekitar 97 persen developer tidak perlu membayar biaya layanan apa pun. Bagi yang dikenakan biaya layanan, 99 persen memenuhi syarat untuk biaya layanan 15 persen atau kurang.
"Selama ini, biaya kami terus turun seiring waktu, bahkan ketika manfaat yang kami berikan kepada pengembang meningkat," imbuhnya.
Pada tahun 2023, Kunal menyebut kalau Google sukses mencegah 2,28 juta aplikasi yang melanggar kebijakan di Google Play. Hal itu dilakukan berkat bantuan fitur keamanan dan sinyal berdukungan teknologi AI untuk mendeteksi dan menghapus aplikasi berisiko.
"Kami terus memperkuat proses pemeriksaan, orientasi, dan peninjauan pengembang untuk lebih melindungi pengguna dari pelaku kejahatan, seperti dengan meminta lebih banyak informasi identitas saat pengembang membuat akun Google Play," katanya.
Google Play Protect, alat pertahanan malware buatan perusahaan, turut memindai miliaran aplikasi setiap hari di miliaran perangkat Android. Menurutnya, ini untuk menjaga keamanan pengguna dari ancaman seperti malware dan software yang tidak diinginkan, baik aplikasi diinstal dari Google Play atau bukan.
Selain itu, dia juga memamerkan kalau Google Play terus berinvestasi besar untuk mendukung pengembang di setiap tahap perjalanan aplikasi, menyediakan berbagai alat dan fitur untuk membantu meluncurkan dan mengembangkan bisnis yang sukses.