Apple Naikkan Produksi iPhone, Samsung-LG Ikut Untung

Dicky Prastya Suara.Com
Senin, 21 April 2025 | 19:48 WIB
Apple Naikkan Produksi iPhone, Samsung-LG Ikut Untung
Ilustrasi. Foto: iPhone 16 Series Akhirnya Hadir di Digimap, Pembeli Pre-Order Mengantri dari Pagi, Jakarta, Jumat (11/4/2025). [Suara.com/Dythia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Apple dilaporkan mau menaikkan produksi iPhone dan iPad di kuartal kedua (Q2) tahun 2025. Samsung dan LG pun bisa kebagian untung dari keputusan ini.

Menurut laporan dari Phone Arena, Senin (21/4/2025), Apple telah merevisi perkiraan produksi iPhone dari 41 juta unit menjadi 45 juta unit untuk Q2 2025.

Tak hanya iPhone, Apple juga meningkatkan produksi untuk lini iPad. Perusahaan asal Cupertino Amerika Serikat itu bakal menaikkan produksi tablet dari 11,5 juta menjadi 13 juta unit.

Artinya, kenaikan produk tersebut masing-masing meningkat secara 15 persen dan 24 persen secara year over year (YoY), sebagaimana diungkap dari laporan baru Morgan Stanley.

Peningkatan produksi iPhone dan iPad ini juga bakal berimbas ke pemasok komponen Apple seperti Samsung dan LG. Kedua perusahaan asal Korea Selatan itu memang jadi pemain utama dalam rantai pasokan Apple, khususnya di komponen layar dan modul kamera.

Tahun lalu misalnya, lebih dari 80 persen pendapatan LG Innotek berasal dari pesanan Apple. Begitu pula Samsung Display, lebih dari 40 persen pendapatan perusahaan didapatkan dari Apple.

Kantor Samsung di Korea Selatan. {Shutterstock]
Kantor Samsung di Korea Selatan. {Shutterstock]

Imbas tarif Trump?

Rencana kenaikan produksi Apple ini disebut imbas dari kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, soal tarif impor.

Apple tampaknya ingin melindungi bisnisnya dengan membangun inventaris lebih banyak sebelum kebijakan tarif Trump berlaku.

Baca Juga: Galaxy Z Fold dan Galaxy Z Flip 7 Siap Diproduksi Massal, HP Lipat Tiga Menyusul

Sebenarnya ponsel dan beberapa komponen teknologi masih dikecualikan dari kebijakan itu. Tapi Pemerintah AS dinilai belum konsisten.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI