Riset: Orang Indonesia Susah Bedakan Mana Konten Asli atau Buatan AI

Dicky Prastya Suara.Com
Selasa, 20 Mei 2025 | 21:51 WIB
Riset: Orang Indonesia Susah Bedakan Mana Konten Asli atau Buatan AI
Ilustrasi AI Generatif. [Unsplash/Solen Feyissa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Riset terbaru dari Luminate dan Ipsos mengungkapkan fakta terbaru soal pemahaman orang Indonesia soal teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Praktisi Tata Kelola Data dari Luminate, Dinita Putri mengakui kalau masyarakat Indonesia sebenarnya cukup sadar akan potensi bahaya AI. Sayang banyak pula yang belum menyadari betapa rentannya mereka terhadap disinformasi yang dihasilkan oleh AI.

“Kami melihat pola yang konsisten di berbagai negara; semakin banyak orang memahami AI, semakin besar kemungkinan mereka menyadari risikonya. Begitu pula dengan Indonesia," katanya dalam siaran pers, Selasa (20/5/2025).

"Jika kita ingin membangun masyarakat yang tangguh terhadap disinformasi, kita perlu berinvestasi dalam meningkatkan kesadaran komunitas, bukan hanya di kalangan digital native, tapi di seluruh lapisan masyarakat," lanjutnya.

Dalam survei ini, 75 persen responden percaya bahwa konten buatan AI bisa mempengaruhi pandangan politik publik. Tapi sebagian besar turut merasa konten tersebut bisa mempengaruhi orang-orang terdekat mereka (72 persen), dan bahkan diri mereka sendiri (63 persen).

Namun menariknya, dari 33 persen responden yang merasa pandangan politiknya tidak akan terpengaruh, 42 persen justru mengaku tidak yakin bisa membedakan mana konten asli dan mana yang dibuat AI.

Survei Luminate dan Ipsos ini turut menyoroti perbedaan cara pria dan wanita menilai kemampuan mereka sendiri soal teknologi AI.

Walaupun secara umum keyakinannya hampir sama, dengan 70 persen pria dan 71 persen wanita mengaku cukup yakin, hanya 17 persen perempuan yang merasa sangat yakin bisa mengenali konten AI. Sementara kalangan pria hanya 30 persen.

"Ini bisa jadi karena wanita cenderung merendah, atau sebaliknya, pria terlalu yakin," ungkap Dinita.

Baca Juga: Asus ROG Phone 9 Pro, Hadirkan Fitur Gaming Bertenaga AI yang Bikin Nagih

Riset ini juga menunjukkan Indonesia adalah salah satu negara paling aktif secara digital. Lebih dari 90 persen responden menggunakan WhatsApp setiap hari.

Begitu pula dengan media sosial lain seperti Instagram, Facebook, serta TikTok yang juga banyak dipakai orang Indonesia.

Dinita mengungkapkan kalau temuan sebesar itu, ditambah rendahnya literasi AI, risiko penyebaran disinformasi jadi semakin besar. Lebih lagi Indonesia adalah negara dengan lebih dari 204 juta pemilih.

Perlu literasi digital

Sementara itu ICT Watch selaku organisasi yang fokus pada tata kelola internet dan hak-hak digital menyuarakan kalau masyarakat juga harus sadar untuk memahami AI.

“Literasi AI adalah fondasi penting untuk memastikan masyarakat dapat berinteraksi dengan teknologi secara etis, inklusif, dan bertanggung jawab,” kata Direktur Program ICT Watch, Prasasti Dewi.

Maka dari itu, ICT Watch meluncurkan Kerangka Kerja Literasi AI Indonesia untuk menekankan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dengan faktor seperti kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial (GEDSI), kondisi sosial ekonomi, serta kesejahteraan.

"Penggunaan AI yang bermakna harus memberdayakan kelompok rentan, memperkuat partisipasi warga, dan mempromosikan keadilan digital di tengah perubahan teknologi yang begitu cepat," papar dia.

Jika dibandingkan dengan negara lain, fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia. Di negara maju seperti Prancis, Jerman, dan Inggris, lebih dari 70 persen responden yang paham AI dan teknologi deepfake mengaku khawatir terhadap dampaknya bagi pemilu.

Riset serupa menunjukkan bahwa publik makin cemas dengan peran platform digital yang dianggap bisa melemahkan demokrasi. Banyak dari mereka yang menuntut kendali lebih besar atas data pribadi.

Sementara itu di Amerika Latin, dukungan terhadap regulasi AI meningkat jadi 65 persen di kalangan yang paham betul teknologinya. Pemahaman soal AI terbukti membuat masyarakat lebih sadar akan risikonya, terutama soal integritas pemilu dan kesenjangan sosial.

Lebih lanjut Dinita memaparkan, temuan riset dari berbagai negara menyimpulkan kalau pemahaman soal teknologi AI amat penting untuk melindungi demokrasi. Ia menilai kalau orang Indonesia yang sangat aktif di dunia maya perlu memiliki literasi AI yang memadai.

"Hal ini dapat dicapai dari kerja sama berbagai pihak baik pemerintah, platform hingga komunitas, pendidik, dan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan pemahaman,” tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI