Mantan Bos PlayStation Ungkap Harga Game AAA Seharusnya Naik

Selasa, 19 Agustus 2025 | 11:09 WIB
Mantan Bos PlayStation Ungkap Harga Game AAA Seharusnya Naik
Ilustrasi PlayStation. (Florian Gagnepain/Unsplash)

Suara.com - Mantan bos PlayStation AS, Shawn Layden, baru-baru ini buka suara bila harga game premium alias AAA seharusnya mengalami kenaikan. Ia bukan sosok sembarangan, Shawn Layden pernah menjabat sebagai Ketua SIE Worldwide Studios, Presiden dan CEO Sony Interactive Entertainment America.

Shawn Layden, punya jawaban yang mungkin bikin kamu kaget: harga game seharusnya naik di setiap generasi konsol baru.

Menurutnya, ini adalah satu-satunya cara logis agar industri bisa mengimbangi biaya pengembangan yang meroket gila-gilaan.

Layden, yang memimpin studio global Sony hingga 2019, berpendapat bahwa harga game premium tidak banyak berubah selama 20 tahun terakhir.

Padahal, inflasi dan biaya produksi terus membengkak. Alasan utamanya sederhana, yaitu ketakutan.

Trailer GTA 6. (YouTube Rockstar Games)
Ilustrasi game AAA, GTA 6. (YouTube Rockstar Games)

"Saya rasa itu karena semua orang takut. Tidak ada yang mau jadi yang pertama menaikkan harga, karena takut kehilangan trafik," ungkap Layden dikutip dari GameBraves.

Akibatnya, alih-alih menaikkan harga jual, para publisher game justru mengorbankan margin keuntungan mereka sendiri. Layden memberikan perbandingan menarik untuk menggambarkan perubahan drastis ini.

Ia bercerita, ada lebih banyak mobil sport mahal di parkiran kantor pada era PlayStation 1 dibandingkan era PS4. Logikanya masuk akal.

Jika Anda menjual 20 juta unit seharga 60 dolar AS (Rp 973 ribu) untuk sesuatu yang biaya produksinya hanya 10 juta dolar AS, itu berbeda dengan menjual 20 juta unit seharga 60 dolar AS untuk sesuatu yang biaya produksinya 160 juta dolar AS,” jelasnya.

Baca Juga: Perjuangkan Hak Hewan, PETA Desak Nintendo Desain Ulang Karakter Sapi

Perhitungan tersebut menunjukkan betapa tipisnya keuntungan yang didapat developer untuk sebuah game yang laku keras sekalipun.

Kondisi ini, menurut Layden, telah membawa industri game ke titik krisis. Biaya produksi yang terlalu tinggi memaksa developer untuk menjual puluhan juta kopi hanya untuk balik modal.

"Kalau kita menghabiskan lebih dari 200 juta dolar AS untuk membangun sebuah game, margin keuntungan sangat tipis, kecuali kita bisa menjual 25 juta unit," ujarnya.

Padahal, angka penjualan sebesar itu bukanlah target yang realistis bagi sebagian besar developer, kecuali untuk raksasa sekelas Rockstar Games.

Pada akhirnya, industri game mencari cara lain untuk menaikkan pendapatan rata-rata melalui microtransactions, DLC, dan edisi deluxe, meski harga dasar gamenya tetap sama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI