Suara.com - Kasus radioaktif udang dan cengkeh di Indonesia belakangan ini ramai diperbincangkan setelah Amerika Serikat melalui FDA mendeteksi zat Cesium-137 dalam dua komoditas ekspor unggulan tersebut.
Temuan ini langsung menimbulkan kekhawatiran publik, mengingat kedua produk tersebut selama ini menjadi andalan ekspor dan banyak dikonsumsi masyarakat.
Meski terdengar menakutkan, pemerintah memastikan bahwa kadar radiasi yang ditemukan masih jauh di bawah ambang batas berbahaya.
Sementara itu, di balik banyaknya pemberitaan terkait kasus ini, ada beberapa fakta menarik yang perlu dipahami.
Berikut ini 7 fakta kasus radioaktif udang dan cengkeh di Indonesia yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
1. Berawal dari Temuan FDA di Amerika Serikat
Kasus ini muncul ketika FDA melakukan uji sampel terhadap udang beku milik PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan cengkeh produksi PT Natural Java Spice (NJS).
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kontaminasi radionuklida Cesium-137 (Cs-137), zat radioaktif yang berpotensi membahayakan kesehatan dalam jangka panjang.
FDA pun segera mengeluarkan import alert dan melarang dua produk tersebut masuk ke pasar Amerika. Dalam laporan resminya, FDA juga memerintahkan agar seluruh produk terkait ditarik dari gerai ritel di AS.
Baca Juga: Warga Cikande Tolak Relokasi, Ini Dampak Jangka Panjang Terpapar Radiasi Cesium-137
2. Dua Perusahaan Indonesia Masuk Daftar Merah (Red List)
Akibat temuan itu, FDA memasukkan PT BMS dan PT NJS ke dalam red list, yaitu daftar perusahaan yang produknya dilarang masuk ke AS tanpa pemeriksaan fisik.
Perusahaan dalam red list harus mengajukan petisi, verifikasi, dan sertifikasi oleh lembaga independen yang diakreditasi FDA sebelum bisa kembali mengekspor produknya.
Sementara itu, wilayah Jawa dan Lampung ditempatkan di yellow list. Artinya, produk dari dua wilayah tersebut masih bisa diekspor, tetapi wajib disertai sertifikat bebas radioaktif yang dikeluarkan oleh lembaga resmi Indonesia dan diakui oleh FDA.
3. Pemerintah Bentuk Satgas Cs-137
Menanggapi temuan FDA, pemerintah Indonesia bergerak cepat dan langsung membentuk Satuan Tugas Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 untuk mengoordinasikan langkah-langkah penanganan.
Satgas ini beranggotakan lembaga seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga Brimob Polri (KBRN).
Mereka bertugas menelusuri sumber kontaminasi, melakukan dekontaminasi di area terdampak, serta memastikan keamanan produk yang masih beredar di pasaran.
4. Sumber Kontaminasi Udang Terdeteksi di Cikande, Banten
Penyelidikan pemerintah menemukan bahwa kontaminasi pada udang diduga berasal dari sisa bubuk besi (scrap metal) yang mengandung Cs-137 di Kawasan Industri Modern Cikande, Banten.
Sebanyak 14 kontainer yang memuat udang beku diketahui terpapar material radioaktif dari kontainer bekas yang sebelumnya memuat scrap logam asal Filipina.
Akibat temuan itu, kawasan Cikande ditetapkan sebagai "status kejadian khusus radiasi radionuklida Cs-137".
Seluruh aktivitas industri di area tersebut pun langsung dikendalikan penuh oleh Satgas dan BAPETEN untuk memastikan dekontaminasi berjalan aman dan tuntas.
5. Kontaminasi Cengkeh Berasal dari Perkebunan di Lampung
Sementara itu, untuk kasus cengkeh, Satgas Cs-137 menelusuri lokasi pengolahan di Surabaya serta dua sumber pasokan utama, yakni Pati (Jawa Tengah) dan Lampung.
Hasil investigasi menunjukkan, kontaminasi Cs-137 ditemukan di salah satu perkebunan di Lampung, meskipun dalam jumlah terbatas dan tidak meluas ke wilayah atau komoditas lain.
Pemerintah kemudian merekomendasikan agar produk cengkeh yang terindikasi tercemar tidak diperjualbelikan sementara waktu hingga hasil uji laboratorium lanjutan selesai.
6. Amerika Berlakukan Sertifikasi Bebas Radioaktif
Sebagai tindak lanjut, FDA menerbitkan Import Alert #99-52, yang mewajibkan setiap ekspor udang dan cengkeh dari Jawa dan Lampung disertai sertifikat bebas radioaktif.
Pemerintah Indonesia menunjuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai Certifying Entity (CE) yang berwenang menerbitkan sertifikat tersebut.
Sertifikasi dilakukan melalui mekanisme Sertifikat Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (SMHKP) dengan tambahan keterangan bebas radioaktif, menggunakan hasil uji laboratorium dari BRIN.
Biaya sertifikasi ini tidak dipungut dari eksportir, meski biaya uji laboratorium tetap ditanggung perusahaan.
7. Upaya Pemerintah Yakinkan Dunia
Meski kasus ini sempat memicu kekhawatiran, pemerintah menegaskan kondisi sudah terkendali dan produk Indonesia tetap aman dikonsumsi selama kadar Cs-137 berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan.
BPOM bersama KKP dan BRIN kini rutin melakukan pengujian di titik impor dan pasar domestik, serta siap menarik dan memusnahkan produk yang melanggar batas aman.
Upaya diplomasi dan pengawasan ketat diharapkan mampu memulihkan kepercayaan pasar internasional terhadap produk laut dan rempah Indonesia.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas