Bumi Kehilangan 324 Miliar Meter Kubik Air Tawar Setiap Tahun

Senin, 01 Desember 2025 | 10:07 WIB
Bumi Kehilangan 324 Miliar Meter Kubik Air Tawar Setiap Tahun
Ilustrasi penggunaan air bersih (Pexels)

Suara.com - Bumi telah kehilangan sekitar 324 miliar meter kubik air tawar setiap tahun, jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air tahunan sekitar 280 juta orang.

Temuan yang dikeluarkan oleh World Bank Global Water Monitoring Report ini menyoroti meningkatnya tekanan terhadap sumber daya air global seiring pertumbuhan penduduk, perluasan kota, dan meningkatnya kebutuhan pertanian.

Mengutip Earth.com (26/11/2025), laporan ini menggarisbawahi fenomena continental drying, yaitu penurunan jangka panjang cadangan air tawar di daratan.

Dengan memanfaatkan data satelit dan model ekonomi global, para peneliti menemukan pola penyusutan air yang semakin cepat di wilayah-wilayah padat penduduk dan pusat pertanian intensif. Kondisi ini menempatkan jutaan orang dalam risiko kekurangan air bersih.

Penelitian dilakukan oleh tim dari University of Twente, dipimpin oleh Associate Professor Rick Hogeboom yang juga menjabat sebagai Direktur Water Footprint Network. Ia menekankan bahwa manusia terus “mengambil” air lebih cepat dari kemampuan alam untuk mengisinya kembali.

“Anda bisa menghemat air, tetapi jika penarikan melebihi cadangan, suatu saat rekening itu akan kosong,” ujarnya, mengutip Earth.com (26/11/2025).

Dengan mengkombinasikan citra satelit mengenai air permukaan, kelembapan tanah, dan cadangan air tanah, penelitian ini menciptakan peta global berskala 10 x 10 kilometer.

Pendekatan ini mengungkap pola lokal yang sering tersembunyi dalam rata-rata nasional. Peneliti juga memasukkan data penggunaan lahan, iklim, dan pola pertanian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang tekanan air di berbagai wilayah.

Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar air yang diambil manusia berasal dari sektor pertanian, yang menyumbang sekitar 70 persen penggunaan air tawar global.

Baca Juga: Krisis Air Bersih di Pesisir Jakarta, Benarkah Pipa PAM Jaya Jadi Solusi?

Air yang digunakan untuk irigasi sebagian besar hilang ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi tanaman. Karena itu, perubahan kecil dalam praktik pertanian dapat memberikan dampak jauh lebih besar dibanding perubahan pada penggunaan air rumah tangga atau industri.

Di wilayah kering, ketergantungan pada sumur bor dan pompa listrik membuat cadangan air tanah semakin cepat menyusut. Ketika muka air tanah turun, biaya pemompaan naik dan banyak petani kecil tidak lagi mampu mengakses sumber air yang tersisa.

Sementara itu, kota-kota terus tumbuh dan membutuhkan lebih banyak air untuk rumah tangga, bisnis, serta kebutuhan pendinginan di fasilitas industri.

Ketegangan ini membuat pemerintah harus memilih prioritas antara kebutuhan air untuk pertanian, pemukiman, atau energi, terutama saat terjadi kekeringan.

Laporan tersebut mencatat bahwa daerah seperti India utara, Amerika Tengah, Eropa Timur, dan Timur Tengah berada dalam kondisi paling rentan karena penyusutan cadangan air dan permintaan yang terus meningkat.

Penelitian ini juga menyoroti konsep air virtual, yaitu air yang digunakan untuk memproduksi barang seperti makanan, pakaian, atau perangkat elektronik. Ketika barang-barang tersebut diperdagangkan antarnegara, air yang dibutuhkan untuk memproduksinya juga “dipindahkan” secara tidak langsung.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI