- Pemerintah berencana menerapkan registrasi kartu SIM biometrik untuk cegah kejahatan siber, namun muncul kekhawatiran keamanan data pribadi.
- Praktisi hukum menyoroti catatan kebocoran data di Indonesia dan menekankan perlunya regulasi serta sistem matang sebelum implementasi.
- Registrasi biometrik akan dimulai sukarela hingga Juni 2026, kemudian wajib penuh per Juli 2026 untuk menekan penipuan berbasis nomor seluler.
Suara.com - Rencana pemberlakukan kebijakan registrasi kartu SIM berbasis teknologi biometrik lewat pengenalan wajah memicu perdebatan di ruang publik.
Bagi pemerintah langkah ini sebagai bentuk perlindungan masyarajat terhadap kejahatan siber.
Di sisi lain, banyak kekhawatiran soal keamanan data pribadi milik masyarakat.
Seperti yang disampaikan praktisi hukum David M. L. Tobing menilai perlindungan data harus menjadi prioritas sebelum kebijakan diterapkan secara luas.
"Indonesia punya catatan panjang soal kebocoran data di berbagai platform digital," ucapnya beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, semakin tingginya pengguna internet dan data seluler, yang seiring meningkatnya potensi kejahatan.
"Biometrik memang dibutuhkan tetapi kesiapan regulasi dan sistem harus benar-benar matang," tegas David.
Selaras dengan kekhawatiran dia, warganet pun mengungkapkan hal yang sama dengan melihat masih tingginya tingkat kebocoran data pribadi yang dijual di dark web dan meluapkan pandangannya di platform X (sebelumnya Twitter).
Seperti yang disampaikan seorang warganet yang kecewa dengan kobocoran data saat registrasi menggunakan e-KTP (KTP elektronik).
Baca Juga: Registrasi SIM Card Pakai Face Recognition Mulai 2026, Operator Seluler Klaim Siap Tempur
Bahkan, dia bingung dari mana sumber kebocoran data tersebut.
"E-ktp aja masih sering bocor datanya apalagi pake verifikasi wajah. Temen di bandung dulu petugas bank, tiap minggu ke disdukcapil buat ngurus nasabah. Bayangin 1 NIK bisa ada 2 nama itu gimana ceritanya, ada juga 1 orang punya 2 NIK. Ini bocornya dari mana coba," komentarnya.
Ada lagi warganet yang mempertanyakan bahwa kebijakan menggunakan biometric ini sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat Indonesia atau hanya mengumpulkan data.
"Pemerintah nih protecting citizens or just collecting data sih? data NIK/KTP aja sering bocor dan diperjualbelikan di dark web. kalo biometrik wajah yang bocor, emangnya kita bisa ganti muka kayak ganti password?" sindirnya.
Lain lagi dengan seorang warganet yang mempertanyakan implementasi UU PDP tentang Perlindungan Data Pribadi.
Pasalnya, dalam aturan tersebut, wajah termasuk data pribadiyang sifatnya spesifik.