Suara.com - Burung dikenal sebagai hewan yang piawai menguasai udara. Namun, kemampuan terbang burung walet kelapa atau common swift (Apus apus) ternyata jauh melampaui bayangan banyak orang.
Sebagian burung kecil ini mampu terbang terus-menerus hingga 10 bulan tanpa mendarat sama sekali, sebuah rekor luar biasa di dunia fauna.
Fakta mengejutkan ini terungkap melalui penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Lund University, Swedia.
Studi tersebut mengonfirmasi dugaan lama para ahli burung bahwa burung walet common swift menghabiskan hampir seluruh hidupnya di udara. Penelitian ini menjadi bukti konkret setelah puluhan tahun sebelumnya hanya berupa hipotesis.
Untuk membuktikan kemampuan tersebut, para peneliti memasang alat pencatat data berukuran sangat kecil pada tubuh sejumlah burung common swift dewasa.
Alat tersebut dilengkapi akselerometer untuk merekam aktivitas terbang serta sensor cahaya guna melacak lokasi burung.
Sebanyak 13 hingga 19 burung diamati selama beberapa tahun, terutama saat mereka bermigrasi dari Eropa Utara menuju Afrika dan kembali lagi.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa common swift hanya benar-benar berada di daratan sekitar dua bulan dalam setahun, yakni saat musim berkembang biak.
Di luar periode tersebut, burung ini menghabiskan lebih dari 99 persen waktunya di udara. Bahkan, beberapa individu tercatat tidak pernah mendarat sama sekali selama kurang lebih 10 bulan penuh.
Baca Juga: Ritel Berburu Saham Burung Walet Tapi Banyak Investor Dapat 1 Lot, Kenapa?
Rekor ini semakin mengagumkan jika melihat ukuran tubuh common swift yang relatif kecil. Beratnya hanya sekitar 40 gram, namun mampu bertahan di udara dalam waktu yang sangat lama.
Selama terbang, burung ini melakukan hampir semua aktivitas penting, mulai dari makan, minum, hingga kemungkinan tidur.
Peneliti menemukan bahwa common swift memanfaatkan kawanan serangga di udara sebagai sumber makanan.
Untuk minum, burung ini bisa meneguk tetesan hujan atau menyentuh permukaan danau secara singkat sambil terbang.
Dengan cara ini, mereka tidak perlu mendarat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu faktor kunci yang memungkinkan kemampuan luar biasa ini adalah efisiensi tubuh common swift.
Burung ini memiliki bentuk tubuh ramping serta sayap panjang dan sempit yang dirancang untuk menghasilkan daya angkat maksimal dengan energi minimal. Adaptasi ini membuat mereka mampu terbang dalam waktu lama tanpa cepat kelelahan.
Selain itu, terdapat perbedaan menarik antara burung yang terbang nonstop dan yang sesekali mendarat. Burung yang tidak pernah mendarat diketahui mengalami pergantian bulu sayap atau molting saat masih berada di udara.

Sementara itu, burung yang sempat mendarat cenderung belum mengganti bulu sayapnya. Perbedaan ini diduga berkaitan dengan kondisi fisik atau beban parasit yang mempengaruhi perilaku terbang masing-masing individu.
Meski banyak aktivitas telah terungkap, satu pertanyaan besar masih belum terjawab secara pasti: kapan dan bagaimana burung walet kelapa tidur.
Para peneliti menduga burung ini mungkin tidur sambil melayang, mirip dengan burung fregat yang diketahui bisa tidur singkat saat meluncur di udara.
Dugaan ini diperkuat oleh kebiasaan common swift yang naik ke ketinggian dua hingga tiga kilometer setiap fajar dan senja, lalu meluncur perlahan ke bawah.
Perilaku naik turun pada waktu senja dan fajar ini masih menjadi misteri. Namun, pola tersebut diyakini membantu burung menghemat energi dengan memanfaatkan arus udara hangat.
Pada malam hari, walet kelapa tetap aktif terbang hampir tanpa henti, sementara siang hari mereka banyak meluncur mengikuti arus termal.
Dibandingkan dengan burung lain, kemampuan common swift tergolong ekstrem. Burung seperti albatros atau fregat, yang dikenal sebagai pengelana udara jarak jauh, justru hanya menghabiskan sekitar dua bulan tanpa mendarat.
Bahkan swift jenis lain, seperti alpine swift, “hanya” mampu terbang nonstop selama sekitar enam setengah bulan.
Temuan ini menempatkan common swift sebagai salah satu makhluk paling luar biasa dalam hal ketahanan terbang.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology ini tidak hanya menambah wawasan tentang dunia burung, tetapi juga menunjukkan betapa hebatnya adaptasi alam dalam menciptakan spesies yang mampu hidup di lingkungan ekstrem.
Kontributor : Gradciano Madomi Jawa