Soal Polemik Freeport, Perlu Ada Formula Jalan Tengah

Rabu, 08 Maret 2017 | 11:59 WIB
Soal Polemik Freeport, Perlu Ada Formula Jalan Tengah
Buruh PT Freeport Indonesia berdemonstrasi di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3/2017). [Suara.com/Oke Atmaja]

Kelima, isu Freeport merupakan momentum bagi Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Papua untuk menata ulang skenario pembangunan Papua dan Papua Barat terkait kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan minyak dan gas yang akan terus berkembang di Tanah Papua.

"Diperlukan formula yang berpihak bagi Papua guna akselerasi pembangunan dalam payung Otonomi Khusus, pelibatan masyarakat adat dan pengembangan spasial yang terpadu di Tanah Papua," ungkapnya.

Keenam, lanjut Velix, bahwa terlepas dari perdebatan payung hukum antara rezim kontrak karya dan rezim Ijin Usaha Pertambangan Khusus , para pihak perlu menyadari bahwa selama ini Freeport menjadi sumber utama, paling tidak, tumpuan tunggal investasi di Tanah Papua yang telah menggerakkan ekonomi Papua dengan segala pro-kontra.Hal itu seperti tampak dari serapan tenaga kerja orang asli Papua dalam operasi Freeport.

Akibatnya, kesenjangan antarwilayah tampak dalam pembangunan kewilayahan Papua. Hal ini disebabkan tidak adanya sentra-sentra ekonomi baru di berbagai daerah di Pulau Papua yang berguna bagi pemerataan pembangunan desa-kota, antarsektor dan antarwilayah.

Karena itu, perlu jalan tengah di dalam mensepakati substansi atau materi sebelum berbicara soal Kontrak Karya ataukah IUPK.

Ketujuh, kontroversi Freeport ini menghadirkan momentum yang tepat, khususnya Pemerintah untuk mendialogkan soal masa depan pembangunan Papua. Ini berarti perlunya duduk bersama para pihak untuk mendengar dan berbicara dari hati ke hati soal arah besar pembangunan Papua.

Internasionalisasi isu Papua yang berkembang di luar negeri harus disikapi dengan tepat sebagai perubahan geopolitics yang berimbas terhadap pembangunan Papua. Untuk itu, sudah saatnya dilakukan Dialog Pembangunan Ekonomi Papua - Jakarta, sebagaimana amanat dalam Buku III RPJMN 2015-2019 dengan landasan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015.

"Dalam Dialog ini, letakkan agenda re-negosiasi Freeport sebagai salah satu agenda, bersama agenda masyarakat adat, masa depan revisi UU Otonomi Khusus, akselerasi pembangunan Tanah Papua, isu hak asasi manusia dan human security dalam pembangunan, dan berbagai agenda strategis lainnya," tegasnya.

Baca Juga: Tokoh Amungme Kritik Kebijakan Freeport PHK Massal Karyawan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI