Andalkan Peternakan Rakyat, Swasembada Sapi Mustahil Terwujud

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 20 April 2017 | 06:46 WIB
Andalkan Peternakan Rakyat, Swasembada Sapi Mustahil Terwujud
Pedagang daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (7/6). [suara.com/Oke Atmaja]

Manajemen dalam menghimpun peternakan rakyat dalam satu usaha kolektif komersial juga perlu diperkenalkan ke para peternak individual yang sesungguhnya tidak pernah memperoleh keuntungan memuaskan dari aktivitas memelihara sapi secara tradisional.

Peternakan sapi yang dilakukan secara tradisional oleh rakyat di berbagai daerah di Tanah Air juga sangat rentan dalam menanggulangi ancaman wabah antraks, penyakit mulut dan kuku yang sering menyerang hewan pemamah biak seperti sapi dan kerbau.

Persoalan klasik yang mengakibatkan sulitnya peternak sapi membesarkan volume usahanya adalah yang menyangkut modal usaha. Beternak sapi pada dasarnya bukan hanya perkara memperbesar jumlah sapi anakan tapi juga sarana pendukung seperti lingkungan dalam arti kandang yang memadai baik secara keluasan lahan maupun secara higienis.

Dengan hanya mengandalkan pola peternakan rakyat secara tradisional, swasembada daging sapi tak akan pernah terwujud. Pemerintah perlu membangun peternakan skala besar dan modern dengan menyediakan lahan yang khusus untuk peternakan sapi.

Sistem peternakan semacam itu sesungguhnya bisa dilakukan dengan berbagai skema pembiayaan, antara lain dengan mengajak negara-negara yang telah berhasil dalam mengembangkan usaha peternakan sapi seperti Australia untuk berinvestasi di Indonesia di bidang usaha peternakan sapi.

Untuk mempercepat target swasembada dalam pemenuhan konsumsi daging sapi, sebetulnya pemerintah perlu memasyarakatkan penganekaragaman dalam berkonsumsi daging dengan tidak hanya berfokus pada daging sapi semata, tapi juga daging kerbau.

Beberapa etnis di Tanah Air punya tradisi untuk mengonsumsi kerbau seperti masyarakat Tana Toraja dan sebagian masyarakat Betawi.

Jika perlu, kelaziman mengonsumsi daging kuda yang jadi budaya beberapa warga di Tanah Air bisa juga disosialisaikan ke komunitas lain yang lebih luas. Dengan demikian, ada keanekaragaman dalam penyediaan daging hewan pemamah biak.

Itu seperti imperatif tentang pentingnya menganekaragamkan bahan pangan yang tak hanya bergantung pada produksi padi tapi juga bahan pangan lain yang mengandung karbohidrat seperti jagung, ubi-ubian.

Baca Juga: Swasembada Daging Sapi Terancam Gagal Karena Surra

Problem utama dengan proyek politik yang berkaitan dengan kebijakan swasembada adalah terlalu kuatnya hasrat untuk memaksakan diri dalam mengejar target.

Ketika sebuah komoditas itu sangat bergantung pada faktor-faktor lain seperti kecocokan iklim dan kesuburan tanah, bagi negara yang orientasinya kemakmuran, kebijakan impor bukanlah tabu. Jika impor jauh lebih murah, pilihan paling realistis adalah mendatangkan komoditas itu dari luar negeri. Hong Kong adalah salah satu negara yang hamper semua kebutuhan pangannya diimpor dari negara lain karena memproduksi sendiri akan jauh lebih mahal biayanya.

Namun kelemahan yang dimiliki negara yang selalu bergantung pada impor adalah kemungkinan risiko yang dihadapinya ketika terjadi krisis komoditas impor itu sehingga harganya bisa meroket sewaktu-waktu. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI