Abraham Samad: Tata Kelola Perpajakan Masih Amburadul

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 22 Maret 2018 | 07:35 WIB
Abraham Samad: Tata Kelola Perpajakan Masih Amburadul
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad tiba di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Kamis (2/7). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Titik Paling Rawan

Abraham juga mengungkapkan, hampir sebagian besar kasus korupsi yang ditangani oleh KPK berasal dari Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Merujuk Laporan Tahunan KPK 2016 dan 2017, sektor PBJ merupakan titik rawan tindak pidana korupsi di samping sektor perencanaan dan pengelolaan Anggaran Pemerintah dan Belanja Daerah serta pelayanan perizinan.

Menurut Abraham, kasus korupsi KTP Elektronik merupakan salah satu contoh kasus korupsi di sektor PBJ di Indonesia di mana kerugian negara akibat korupsi KTP Elektronik itu mencapai Rp2,3 triliun dari total dana proyek yang dianggarkan sebesar Rp5,9 triliun.

“Artinya hampir 50 persen dana proyek KTP Elektronik ini dikorupsi,” kata Abraham.

Selain korupsi KTP elektronik yang melibatkan sejumlah anggota Dewan, Ketua DPR dan pengusaha, Abraham mengambil contoh lain kasus korupsi PBJ, yakni kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang atau dikenal dengan Kasus Hambalang yang mencuat ke permukaan beberapa tahun lalu. Kerugian negara akibat kasus ini menurut dia sebesar Rp706 miliar.

Merujuk pada hasil kajian KPK terhadap upaya pencegahan korupsi pada PBJ pemerintah ditemukan bahwa korupsi PBJ paling banyak terjadi pada lima tahapan atau proses, yaitu (1) tahap perencanaan anggaran; (2) tahap perencanaan-persiapan PBJ Pemerintah; (3) tahap pelaksanaan PBJ Pemerintah; (4) tahap serah terima dan pembayaran; dan (5) tahap pengawasan dan pertanggungjawaban.

“Korupsi di sektor PBJ Pemerintah ini setidaknya akan mengakibatkan tiga hal, yaitu rendahnya kualitas barang dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya nilai manfaat yang didapatkan,” pungkas Abraham.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI