Suara.com - Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) dari Kementerian Pertanian (Kementan) tahun ini difokuskan kepada tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, yang ditargetkan keseluruhan mencapai 400 ribu hektare pada 2019. Tahun lalu, Kementan menargetkan 500 ribu hektare di seluruh Indonesia, namun setelah proses validasi, Kementan menetapkan target menjadi 400 ribu hektare pada 2019.
"Target 400 ribu hektare tahun ini setelah melalui proses validasi Calon Petani Calon Lokasi (CPCL). Fokus kami memang tiga provinsi dulu," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy dalam diskusi forum wartawan pertanian bertema "Program Serasi Meningkatkan Produktivitas", di Gedung PIA Kementan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Ditjen PSP menyiapkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk implementasi program Serasi. Nilai ini berasal dari perhitungan Rp 4,3 juta per hektare, yang dipakai untuk perbaikan jaringan tersier.
Sarwo Edhy menuturkan, program Serasi telah menunjukkan hasil yang baik di lapangan. Produktivitas pertanian naik menjadi 6,5 ton GKP per hektare di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dari sebelumnya berjumlah 3 ton GKP per hektare.
Keseriusan ini, kata dia, memiliki motivasi dan basis tujuan yang sangat kuat, yakni untuk meningkatkan indeks dan produksi pertanian. Lebih dari itu, program ini juga dinilai luar biasa karena mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga bermuara pada kesejahteraan.
"Tentu tujuan program ini untuk meningkatkan indeks kesejahteraan petani, maka kami juga sudah memberikan bantuan berupa benih unggul dan bermutu," katanya.
Edhy menambahkan, program ini diharapkan mampu mendorong petani milenial masuk dan turun ke sawah dan perkebunan.
"Program ini, mau tidak mau harus melibatkan petani milenial, baik saat tanam maupun panen. Langkah ini untuk menggenjot produksi dan menstabilkan harga," katanya.
Untuk memperkuat Serasi, Ditjen Tanaman Pangan juga menyediakan Rp 1,2 triliun untuk kebutuhan sarana produksi pertanian dan pembinaan. Dana ini akan dipakai untuk penyediaan benih, dolomit, dan pupuk hayati. Estimasi biaya untuk saprodi rerata mencapai Rp 2,01 juta per hektare.
Baca Juga: Kementan : Alsintan Diberikan untuk Tingkatkan Kesejahteraan Petani
Di tempat yang sama, peneliti Balai Penelitian Tanah Kementan, I GM Subiksa, mengatakan, keberadaan lahan rawa selama ini sangat termarjinal dan rapuh. Tumbuhan tak mampu tumbuh semestinya.
"Kita harus serius memanfaatkan lahan rawa," katanya.
Secara karekteristik, kata Subiksa, lahan rawa memiliki sedimen marin lapisan tanah pirit (FeS2), dan posisi serta konsentrasi pirit bervariasi dan menentukan tipologi lahan.
"Pirit mudah teroksidasi, sehingga menghasilkan lahan dengan reaksi sangat masif. Tapi kalau tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan degradasi lahan rawa, seperti tanah masam yang menyebabkan basa kalsium, magnesium dan kalium tercuci," katanya.
Sementara itu, Bambang Pamuji, Sesditjen Tanaman Pangan, menjelaskan, pihaknya menyediakan bantuan saprodi bagi petani peserta program Serasi. Bantuan ini berupa benih, herbisida, pupuk hayati, dan dolomit.
Bantuan benih dialokasikan 80 kilogram per hektare, dolomit 1.000 kilogram per hektare, herbisida 3 liter per hektare, dan pupuk hayati 25 kilogram per hektare.
Saat ini, PT Polowijo Gosari paling siap memenuhi kebutuhan dolomit di Indonesia dan mendukung kebutuhan dolomit bagi program Serasi. Potensi tambang dolomit yang dimiliki Polowijo sebesar 300 juta ton, dengan produksi dolomit setahun berjumlah 1 juta ton. Produk andalan perusahaan untuk perkebunan sawit adalah Dolomit Premium 100.
Staf Ahli Kementan untuk Bidang Infrastruktur, Profesor Dedi Nursyamsi, optimistis program ini dapat berjalan baik dibandingkan program gambut sejuta hektare, karena lahan rawa aman dari aspek lingkungan dan bahaya kebakaran
Dedi Nursyamsi menambahkan, selama ini, pemerintah sudah memasang target kuat, yakni menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.
"Menurut kami, ada 3 hal yang perlu ditekankan pada pengelolaan rawa. Pertama, infrastruktur, teknologi inovasi dan human resources. Kalau ini bisa dikelola, kami yakin tujuan lumbung pangan dunia akan tercapai," katanya.
Menurut Dedi, program ini tak lepas dari upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan kelahiran penduduk hingga 1,34 persen. Atau dengan kata lain, ada sekitar 3,5 juta yang membutuhkan makan.
"Di saat bersamaan, banyak alih fungsi lahan, sehingga peluang lahan rawa, baik yang pasang surut maupun tadah hujan, sangat baik. Kalau dikelola dengan benar, maka produksi padi di lahan rawa bisa mencapai 9 kali lipat," pungkasnya.