Saat ini, konsumsi BBM kurang lebih 1,6 juta BOPD, sedangkan lifting sekitar 705.000 BOPD. Apabila konsumsi BBM meningkat setiap 3,5-5 persen per tahun, maka konsumsi minyak pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 2,5 juta BOPD.
“Target 1 juta BOPD sangat tepat untuk mengurangi defisit kebutuhan BBM dalam negeri,” kata Sugeng.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menyatakan, pihaknya telah melakukan sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif, Kementerian Pertahanan dalam rangka survei di lapangan bisa berjalan aman dan lancar, dan instansi lainnya untuk mendukung pencapaian target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada tahun 2030 ini.
“Sinergi dengan seluruh pihak terkait menjadi kunci untuk pencapaian target tersebut,” kata Tutuka.
Terkait sistem fiskal, telah ditetapkan Permen ESDM No. 12 Tahun 2020 yang merupakan penegasan pemberlakuan bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) dan fleksibilitas opsi bentuk KKS.
Fleksibilitas ini akan memberikan kenyamanan bagi investor untuk bisa memilih dan menghitung keuntungan, serta disesuaikan dengan portofolio perusahaan.
Tutuka menegaskan, pemerintah sepakat bahwa setiap strategi untuk menaikkan produksi migas harus sejalan dengan kondisi lapangan dan regulasinya.
Insentif yang diberikan juga menyesuaikan dengan kebutuhan kontraktor seperti DMO holiday, investment credit, dan depresiasi dipercepat. Kebijakan ini juga akan dibarengi dengan keterbukaan data dan optimalisasi split.
"Harapannya, industry hulu migas lebih bergairah, sambil menunggu harga minyak naik," kata Tutuka.
Baca Juga: SKK Migas Incar Ekplorasi Masif untuk Penemuan Cadangan Migas Besar
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk, Hilmi Panigoro, menegaskan, dalam setiap keputusan investasi dibutuhkan kepastian.