Kedua, perlunya peningkatan keterbukaan informasi oleh rumah sakit terkait penyediaan sistem informasi ketersediaan tempat tidur terkini, display tindakan operasi, dan sistem antrean yang terhubung dengan Mobile JKN untuk meminimalisir keluhan peserta.
Ketiga, masih ada rumah sakit yang belum memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS), serta jaringan komunikasi dan datanya masih terkendala (terutama pada rumah sakit di wilayah Indonesia bagian timur).
“Kami mengharapkan manajemen rumah sakit dapat mengkomunikasikan semua kendala yang terjadi di lapangan, silakan sampaikan kepada kami. Kami akan tindak lanjuti segera, sesuai dengan kapasitas dan otoritas kami. Intinya, kami sangat terbuka terhadap segala masukan dan aspirasi manajemen rumah sakit demi penyempurnaan layanan kesehatan peserta JKN-KIS,” tegas Ghufron.
Sementara itu, Ketua Umum PERSI, Kuntjoro Adi Purjianto mengatakan bahwa sebagai pemberi pelayanan publik, rumah sakit harus berkomitmen menyempurnakan pelayanannya kepada masyarakat, termasuk peserta JKN-KIS. Ia pun berharap sinergi dan komunikasi antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit semakin diperkuat.
“Meski dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat ada proses yang belum sempurna, namun rumah sakit Indonesia harus taat pada perundang-undangan dan harus mau selalu belajar. Terbukanya komunikasi antara rumah sakit dengan BPJS Kesehatan adalah satu titik kunci untuk mendorong kinerja pelayanan, kinerja keuangan, dan kinerja manfaat rumah sakit. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan JKN-KIS adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama-sama secara profesional,” ujarnya.
Selain PERSI, kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI). Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA), Asosiasi Rumah Sakit Mata Indonesia (ARSAMI), Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Indonesia (ARSGMPI), Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI), Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI), dan sebagainya.