Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu berpendapat penerapan pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) juga dapat disampaikan melalui layanan telemedis.
Konsep ini mengedepankan perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau alternatif, yang telah terbukti secara kajian ilmiah memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus.
Dengan demikian, kategori produk alternatif tersebut dapat menjadi solusi alternatif bagi pemerintah untuk menekan prevalensi perokok yang sudah mencapai 66 juta jiwa.
“Produk ini harus dilihat sebagai inovasi untuk mengatasi epidemi merokok dan sebagai pelengkap intervensi yang ada seperti konseling, pengganti nikotin lainnya, maupun pendidikan. Apoteker dan dokter dapat memainkan peran penting untuk mengatasi misinformasi serta meningkatkan pemahaman tentang produk tembakau alternatif yang telah menerapkan konsep pengurangan bahaya,” kata Tikki.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo, berharap makin banyak pihak yang mendukung penerapan konsep pengurangan bahaya di Indonesia dengan memanfaatkan layanan telemedis, termasuk dari pemerintah.
“Kami berharap penerapan konsep ini yang didukung dengan layanan telemedis akan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan sehingga mendorong perbaikan kesehatan publik, khususnya di masa pandemi ini. Target ini tentunya dapat segera tercapai apabila pemerintah, seluruh pemangku kepentingan, dan publik mendukung serta mensosialisasikan konsep tersebut,” tutup Bimmo.