Tutum juga menjelaskan penempatan produk rokok di ritel juga diletakkan di luar jangkauan konsumen sehingga hanya petugas ritel yang bisa mengaksesnya. Ini adalah salah satu kontrol untuk memastikan rokok tidak dijual kepada anak-anak.
Tanpa adanya kepastian usaha dan hukum, Tutum khawatir kebijakan seperti ini dapat berimbas besar, tak cuma kepada produk tembakau melainkan ke produk-produk lainnya untuk dibatasi promosi dan penjualannya. Ia sendiri meminta Pemda DKI mencabut Sergub 8/2021 ini.
Sementara pengamat hukum Universitas Trisakti Ali Ridho menjelaskan, sejatinya Sergub ini tak hanya bertentangan secara vertikal atau dengan ketentuan-ketentuan yang berada di atasnya, melainkan juga bertentangan dengan regulasi-regulasi yang pernah dikeluarkan Pemda DKI, alias secara horizontal.
Misalnya, Pergub DKI Jakarta nomor 50 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok.
“Sergub ini juga tidak sejalan dengan Pergub yang menjadi dasar pengawasan kawasan tanpa rokok. Kalau dibaca Pergub 50/2012, ketentuan menutup reklame dan bungkus rokok itu tidak muncul. Pada pasal 5, dan pasal 6 Pergub 50/2012 justru memberikan pintu untuk area yang dijadikan jual beli rokok untuk memasang iklan,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Ia juga turut mengkritik agresivitas Satpol PP DKI Jakarta yang langsung melakukan penindakan untuk menutup bungkus rokok di minimarket. Menurut Ali, Sergub lebih bersifat internal antar pejabat pemerintahan, merupakan imbauan, dan tidak bersifat instruksi untuk ditindaklanjuti dengan penindakan. Sehingga Satpol PP sejatinya juga tidak berwenang melakukan penindakan tersebut.
“Maka dari itu, Seruan Gubernur ini sebenarnya tidak perlu lagi diselaraskan melainkan dicabut saja, karena sudah tidak mengikuti pedoman aturan main pejabat administratif untuk mengeluarkan diskresi,” lanjut Ali.
Di kesempatan yang sama Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menilai penerbitan Sergub ini juga tidak tepat.
“IHT merupakan salah satu sektor strategis domestik yang memiliki daya saing tinggi dan terus memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, mulai dari tenaga kerja, serapan komoditas, hingga setoran cukai,” ungkapnya.
Baca Juga: Polda Metro Bongkar Peredaran 5.752 Ekstasi dan 9,26 Kg Tembakau Gorila
Ia menjelaskan IHT merupakan salah satu industri strategis yang punya kontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Tahun lalu misalnya kontribusi IHT dari pajak, cukai dan pungutan lainnya mencapai Rp 170 triliun, dari segi ekspor IHT juga bernilai lebih dari US$ 1 miliar. Selain itu, IHT juga merupakan industri yang menyerap pekerjaan cukup besar, lebih dari 6 juta orang merupakan pekerja IHT.