Suara.com - Pesatnya urbanisasi di Indonesia pada setengah abad terakhir menimbulkan beragam tantangan dalam penyediaan perumahan, infrastruktur dan pengembangan perkotaan. Namun Indonesia telah berkomitmen dalam beragam agenda pembangunan yang berkelanjutan, salah satunya adalah Agenda Baru Perkotaan atau New Urban Agenda (NUA).
Pada dasarnya, visi, prinsip dan komitmen NUA mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal sebagai Sustainable Developmetn Goals (SDGs). NUA berfokus pada tujuan ke-11 yaitu ‘Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan’ meskipun tujuan-tujuan lainnya dari SDGs juga terkandung di dalam NUA.
NUA berupaya untuk mendorong aksi-aksi di tingkat lokal dalam menghadapi tantangan pembangunan dan telah menjadi standar global dalam merencakan, mengatur dan hidup di kawasan perkotaan. Jika SDGs memiliki 17 tujuan untuk tercapai pada tahun 2030, lain halnya dengan NUA. NUA diagendakan untuk tercapai pada tahun 2036 dan memiliki komponen yang terdiri dari 175 butir dan terbagi ke dalam visi, prinsip dan komitmen.
Berangkat dari pentingnya isu urbanisasi dan dalam rangka mewujudkan kota layak huni dan berkelanjutan, PBB, melalui UN-Habitat, menyelenggarakan pertemuan global Konferensi Habitat setiap 20 tahun. Konferensi Habitat I diadakan di Vancouver, Kanada pada tahun 1976, yang menghasilkan Vancouver Declaration on Human Settlements. Konferensi Habitat II berlangsung di Istanbul, Turki, di tahun 1996, dengan hasil Istanbul Declaration yang mendorong terwujudnya tujuan universal hunian yang layak bagi semua dan pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Konferensi Habitat III diselenggarakan di Quito, Ekuador di tahun 2016. Konferensi inilah yang menghasilkan kesepakatan global untuk mencapai pembangunan perkotaan dan permukiman yang berkelanjutan dalam bentuk deklarasi NUA.
Indonesia telah menunjukkan komitmen pada ketiga deklarasi dan Agenda Habitat tersebut. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) misalnya, pada bagian Penjelasan telah menyebutkan pastisipasi aktif Indonesia dalam kegiatan UN-Habitat dan kesesuaian jiwa dan semangat Agenda 21 dan Agenda Habitat dengan UU PKP tersebut:
“Sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh UN-Habitat. Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (adequate and affordable shelter for all). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Komitmen Indonesia juga tertuang secara verbal melalui pidato Sambutan Presiden pada puncak peringatan Hari Habitat Dunia 2020 ( global observance of World Habitat Day) pada 5 Oktober 2020 di Surabaya: "kita meyakinkan kepada dunia bahwa Agenda Baru Perkotaan Tahun 2036 tidak bisa ditunda-tunda lagi”. Untuk Indonesia sendiri, diperkirakan pada tahun 2030, dari hampir 300 juta jiwa penduduk, 63,4 persen tinggal di perkotaan. Karena itulah, persoalan penataan perkotaan dan NUA menjadi sangat penting.
Kementerian PUPR, sebagai focal point dari UN-Habitat di Indonesia, telah menyusun laporan pendahuluan implementasi NUA di Indonesia dengan pelibatan beragam Kementerian/Lembaga. Sebagai laporan resmi dari pemerintah Republik Indonesia, laporan pendahuluan ini telah dapat diakses pada platform NUA milik UN-Habitat sejak tanggal 4 Oktober 2021 yang bersamaan dengan Hari Habitat Dunia. Pelaporan ini menjadi satu hal yang patut dibanggakan karena dari total jumlah 195 negara , baru 19 negara yang sudah menyampaikan dengan Indonesia, Laos, dan Turki yang mewakili dari benua Asia.

Dalam laporan implementasi NUA disampaikan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk memberantas kemiskinan dalam segala bentuk dengan meningkatkan inklusi sosial dan mencapai hasil yang menggembirakan. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan dilakukan melalui peningkatan akses terhadap infrastruktur dasar, termasuk perumahan, air minum, pengelolaan sampah, dan sanitasi. Penyediaan perumahan masih menjadi salah satu tantangan yang cukup besar karena lebih dari sepertiga penduduk Indonesia masih tinggal di permukiman kumuh, informal, dan rumah yang tidak layak huni. Hal ini juga tercermin pada data statistik dimana perumahan, bersama dengan BBM, listrik, dan air, menjadi komoditas pengeluaran bulanan per kapita yang tertinggi, hingga mencapai 26%. Namun seiring dengan berjalannya program Sejuta Rumah sejak tahun 2015 dan bergulirnya program Kota Tanpa Kumuh, tantangan ini berangsur mulai teratasi. Peningkatan akses air minum, sanitasi dan pengelolaan persampahan juga dialami dengan pesat karena adanya beragam program hibah serta infrastruktur berbasis masyarakat yang tersebar pada 5590 desa di tahun 2021 ini saja, belum jumlah lokasi di tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Jadi Pembicara di Climate Heroes, Anies Bicara Urbanisasi, Iklim hingga Dampak Pandemi
Transportasi umum yang aman dan efisien juga dapat diakses oleh masyarakat dengan Mass Rapid Transit (MRT), Light Rapid Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) yang tersebar di 19 kota, dan kini mulai diintergrasikan dengan beragam moda transportasi lain dalam kawasan Transit Oriented Development yang memiliki fungsi ruang campuran. Beragam upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap energi terbarukan, mulai dari PLTB yang melayani pada skala regional sampai dengan solar panel pada skala bangunan maupun infrastruktur bendungan. Tidak terhenti pada pemanfaatan tenaga surya, sampah juga mulai dikelola untuk menghasilkan energi pada PLTSa dan dimanfaatkan pada pembangunan jalan. Sebagai salah kebutuhan dasar sejak dekade terakhir, akses terhadap Internet juga terus ditingkatkan dengan jaringan fiber optic dalam proyek Palapa Ring. Hal ini ditujukan untuk memastikan tersedianya akses bagi pengguna internet yang terus meningkat dimana Indonesia tercatat sebagai negara keempat di dunia dengan 171 juta orang pengguna internet dan lebih dari 80% merupakan pemuda.
Perhatian pada semua kelompok secara non-diskriminatif dalam perencanaan pembangunan telah diwujudkan melalui berbagai lini, mulai dari regulasi yang memprioritaskan penyandang disabilitas dalam mendapatkan akses pekerjaan dan pelayanan umum sampai dengan kemudahan dalam memanfaatkan bangunan gedung. Persyaratan kemudahan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ditujukan untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas, manula, anak-anak dan perempuan dapat memiliki akses terhadap bangunan gedung dan sarana publik yang terdapat di dalamnya.Perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat, termasuk perempuan dan anak juga sudah diterapkan untuk memastikan bahwa penyediaan infrastruktur dan penyelenggaraan pembangunan perkotaan pada umumnya tidak meninggalkan seorang pun (leave no one behind).
Kebudayaan dan ekonomi informal tidak luput dalam perhatian. Dengan proporsi pekerja informal yang tinggi, 99,99% perusahaan Indonesia masuk ke dalam kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berkontribusi pada lebih dari setengah porsi PDB. Untuk itu, UU Cipta Kerja serta One Submission System (OSS) dihadirkan dalam mempermudah perizinan. Ekonomi kreatif di Indonesia yang didominasi oleh sektor kuliner, fashipn, dan kriya juga turut berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital.
Secara spasial, perencanaan perkotaan telah menyeimbangkan pembangunan dengan membangun pusat pertumbuhan baru serta menghindari urban sprawl dengan perencanaan 11 kota baru dan 7 kawasan metropolitan luar Jawa seperti Mebidangro pada RPJMN 2015-2019 lalu.
Indonesia juga terus mengupayakan mitigasi perubahan iklim dan ketangguhan terhadap bencana. Jumlah provinsi serta kota/kabupaten yang memiliki dokumen reduksi risiko bencana terus meningkat setiap tahunnya, seiring dengan meningkatnya kepedulian semua pihak terhadap ancaman bencana yang ada dan kecanggihan teknologi yang digunakan untuk prediksi dan sistem peringatan dini yang user-friendly. Reduksi jejak karbon, selain ditempuh melalui penggunaan energi terbarukan, juga diupayakan dengan implementasi bangunan gedung hijau yang kini digalakkan dengan penilaian kinerja bangunan gedung hijau melalui Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 tahun 2021.
Selain pencapaian implementasi NUA, sejumlah best practices yang telah diaplikasikan di beberapa daerah di Indonesia turut disampaikan. Beberapa diantaranya adalah pemanfaatan gas metana di Malang, pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel di Cilacap dan Tuban, retrofitting bangunan rumah susun sebagai rumah sakit darurat Covid-19, pembangunan PLBN, serta konservasi bangunan cagar budaya Tangsi Mempura di Siak. Aplikasi pembiayaan KPR perumahan siKumbang, siKasep dan siPetruk juga turut menjadi salah satu best practice dengan updating data stok perumahan oleh pengembang, memberikan data detil perumahan subsidi bagi konsumen, dan memastikan kualitas konstruksi rumah subsidi oleh tenaga konstruksi yang bersertifikat.