Melanjutkan sambutannya, Darmono mengungkapkan bahwa sekarang ini PresUniv banyak menerima mahasiswa dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Hal serupa juga akan diterapkan untuk Program Studi Kedokteran. Harapannya setelah lulus dari Prodi Kedokteran, PresUniv, mereka akan kembali ke daerahnya untuk berkarya sebagai dokter di sana. Dengan cara seperti ini, PresUniv akan ikut membantu mengatasi ketimpangan distribusi dokter di berbagai daerah di Indonesia.
Saat ini di Indonesia rasio jumlah dokter dibandingkan dengan jumlah penduduk, terutama distribusinya, memang masih sangat timpang. Merujuk data Kementerian Kesehatan tahun 2019, Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara memiliki 6-7 dokter umum untuk setiap 10.000 penduduknya. Sementara provinsi yang menjadi tetangga dekat Jakarta, yakni Provinsi Banten dan Jawa Barat, hanya memiliki 1 dokter umum untuk setiap 10.000 penduduk. Provinsi Jawa Tengah pun hanya memiliki 1-2 dokter umum per 10.000 penduduk. Hal serupa juga terjadi di beberapa provinsi lainnya, seperti Provinsi Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku.
World Health Organization (WHO) memang hanya menetapkan 1 dokter per 10.000 penduduk. Dalam keadaan normal, jumlah dokter tersebut memang sudah memenuhi standar WHO. Namun, jika terjadi pandemi atau bencana kesehatan lainnya, seperti pandemi Covid-19 yang sudah melanda Indonesia sejak akhir tahun 2019, jumlah dokter yang sangat terbatas akan menyulitkan penanganan. Akibatnya akan banyak pasien yang tidak tertolong. Bahkan sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lainnya pun ikut menjadi korban. Salah satu pemicunya adalah akibat para dokter dan tenaga kesehatan bekerja terlalu keras menangani pasien Covid-19, sehingga mereka sangat kelelahan. Dalam kondisi semacam itu, daya tahan tubuh mereka pun menurun, sehingga rentan terinfeksi virus dan segala penyakit lainnya. Itulah potret yang terjadi selama pandemi Covid-19 di Indonesia dan banyak negara lainnya.
Maka, belajar dari kasus pandemi Covid-19, menambah jumlah dokter dan tenaga kesehatan, termasuk fasilitas pendukungnya, kini menjadi kebutuhan. Moratorium pendidikan kedokteran yang ditetapkan oleh pemerintah sudah layak untuk dikaji kembali. Jangan sampai kasus pandemi, seperti pandemi Covid-19, yang menelan banyak korban jiwa sebagai akibat kurangnya jumlah dokter, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, berulang kembali.
Program perkuliahan di PresUniv selama ini menggunakan bahasa Inggris. Maka, dokter-dokter lulusan PresUniv juga akan fasih berbahasa Inggris. Saat ini kemampuan dalam berbahasa Inggris menjadi sangat penting. Masih banyak jurnal, publikasi ilmiah, seminar atau event berskala internasional yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Selain itu kemampuan berbahasa Inggris juga diperlukan oleh mahasiswa atau lulusan PresUniv yang ingin memperluas jejaringnya sampai ke tingkat internasional. Dengan begitu, peluang mahasiswa dan lulusan Program Studi Kedokteran, PresUniv, untuk mengembangkan diri menjadi sangat terbuka.
Bahkan, ungkap Darmono, dengan kemampuannya berbahasa Inggrisnya, peluang bagi lulusan Program Studi Kedokteran, PresUniv, untuk berkarier dalam bidang kedokteran di luar negeri juga menjadi sangat terbuka. Jadi, kelak Indonesia akan mampu mengekspor tenaga kerja yang berkualitas. Indonesia akan mampu mengekspor tenaga kerja yang terdidik, bukan hanya tenaga kerja kasar.