"Menurut perhitungan saya berdasarkan jumlah perolehan premi selama ini, maka proyeksi pendapatan premi atas Asuransi Mikil Nagara untuk Harga Pertangungan Rp.5.949 Triliun akan bisa mencapai sebesar Rp10 triliun," urainya.
"Pertanyaan sekarang apakah Menteri Keuangan akan menganggarkan pada APBN anggaraan biaya premi asuransi sebesar itu langsung dalam satu tahun?," tanyanya.
Kapler memperkirakan pemerintah akan menggarkan secara ber-angsur, bisa selesai dalam lima atau sepuluh tahun kedepan. Menang tidak cukup hanya bangunan tapi juga infrastruktur lainnya. Mengingat infrastruktur juga nilainya sangat besar dan risk exposure yang dihadapi juga sangat tinggi.
"Jalan, jembatan, bendungan, irigasi itu kan obyek strategis yang juga perlu dilindungi dari risiko dan perlu dianggarkan biaya perbaikannya melalui mekanisme asuransi," tandasnya.
Bahkan, sambung Kapler, intangible aset atau kepentingan lainnya juga perlu diasuransikan.Yaitu asuransi Tanggung Gugat. Pemerintah dalam menjalankan pemerintahan atau mengoperasikan asetnya bisa saja terjadi kelalaian atau kesalahan dan mengakibatkan masyarakat atau pihak ketiga mengalami kerugian (property damage atau bodily injury).
"Dalam hal ini kan pihak ketiga atau masyarakat bisa menuntut pemerintah dan pemerintah tidak boleh mengelakkan tanggungjawabnya," jelasnya.
Lebih lanjut Kapler mengatakan, industri asuransi nasional khususnya yang ikut dalam anggota konsorsium layak mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah membuat kebijakan dengan memberikan pemasukan premi kepada perusahaan asuransi.
"Ini kan boleh dibilang semacam asuransi wajib (mandatory). Kalau biasanya asuransi wajib dilakukan oleh asuransi sosial (BUMN), maka asuransi barang milik negara ini melibatkan banyak perusahan asuransi swasta. Boleh dibilang sekitar 75% perusahaan asuransi kerugian nasional ikut serta dalam anggota konsorsium," paparnya.
Kapler meminta anggota konsorsium harus bisa membantu pemerintah bagaimana agar proses penutupan asuransi bisa lebih mudah administrasi proses penutupan asuransinya tanpa harus melupakan prinsip dasar dalam asuransi seperti risk assessment. Anggota konsorium harus benar-benar membayar ganti rugi apabila kelak terjadi klaim.
Baca Juga: Bimbang Ikut Asuransi Jiwa Unit Link? Ini Tips Agar Pilihan Tak Penuh Risiko
Lebih dari pada itu anggota konsorsium harus juga memberikan edukasi kepada Kementerian atau Lembaga Negara apa peran dan tanggungjawabnya sebagai Tertanggung, jangan sampai Kementerian dan Lembaga merasa bahwa kalau sudah ada asuransi, klaim pasti dibayar.
"Posisikan dan perlakukan Kementerian dan lembaga ini sebagai tertanggung sewajarnya dan obyektif. Jangan nanti gara-gara merasa sudah diberikan bisnis asuransi, prinsip -prinsip asuransi diabaikan dan menimbulkan konflik," tegasnya.
Anggota konsorsium, sambung Kapler, perlu juga mencatat, bahwa banyak kementerian dan lembaga negara yang sebenarnya kuranng dalam melakukan maintenance atas asetnya. Kalau poor maintenance dan housekeeping itu kan artinya exposurenya tinggi.
"Ya seperti yang saya katakana diatas,, peraturan perundangannya dibuat saja lebih tegas. Pasal-pasal dalam Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Pemerintah, buat saja lebih tegas. Era kekuasaan kan tidak ada yang abadi dan pasti, yang pasti adalah pasti ada perubahan," pungkasnya.