Suara.com - Masyarakat Indonesia diharapkan tetap mempertahankan sikap kritis dalam mengonsumsi berita maupun konten hiburan dari China yang dapat diakses melalui media dalam negeri maupun platform media digital.
Salah satu caranya adalah, misalnya, melalui upaya menyeimbangkan informasi asal negara tersebut dengan informasi yang berasal dari sumber-sumber yang bebas dari pengawasan pemerintah RRC.
Harapan tersebut disampaikan oleh Ketua Forum Sinologi Indonesia, Johanes Herlijanto, dalam sebuah seminar hibrid berjudul “Soft Power China Melalui Media di Indonesia”.
Forum Sinologi Indoensia adalah sebuah forum yang digagas oleh seorang sinolog senior, Prof. A. Dahana, untuk menumbuhkan studi tentang China dan masyarakat etnik Tionghoa di Indonesia. Hadir pula sebagai pembicara dalam seminar tersebut Dr. Rahadjeng Pulungsari Hadi, pakar China dan Cultural Studies dari Universitas Indonesia, dan Susi Tekunan, M.A, mahasiswa doktoral asal Universitas Hawaii.
Mengutip seorang ahli China manca negara, Johanes mendiskusikan kembali pandangan bahwa bahwa China merupakan sebuah “kekuatan normatif” (normative power), yaitu sebuah kekuatan yang berupaya membentuk norma agar sesuai dengan kepentingannya.
Menurutnya, upaya China untuk membentuk norma dan mempengaruhi baik kelompok elit maupun masyarakat luas juga berlangsung di Indonesia.
“Selain menggunakan kekuatan finansial, khususnya melalui investasi di bidang infrastruktur dan pertambangan, China juga berupaya menanamkan pengaruhnya melalui bidang-bidang budaya. Namun strategi yang sangat efektif dalam menjangkau masyarakat adalah strategi media. Mengingat media merupakan alat yang sangat efektif untuk membangun sebuah hegemoni, maka memahami strategi media China di Indonesia menjadi sesuatu yang penting untuk kita lakukan,” kata Johanes.
Kuasa Lunak China
Senada dengan Johanes, Susy Tekunan, kandidat PhD dari Universitas Hawaii juga menyoroti pentingnya memberi perhatian pada kuasa lunak China.
Baca Juga: Respons Keras China Tanggapi Pernyataan Biden Yang Sebut Siap Bela Taiwan
Dia menjelaskan bahwa kuasa lunak, sebagai digagas oleh profesor asal Amerika Serikat, Joseph Nye, biasanya bersumber pada budaya, nilai politik, dan kebijakan luar negeri.
“Cina sudah sejak lama berupaya membangun kuasa lunaknya. Sebagai contoh, Presiden Hu Jintao pada tahun 2007 sudah mengatakan, ‘Pembaharuan besar bangsa Cina akan disertai oleh budaya Cina yang maju.’ Sedangkan Presiden Xi Jinping pada 2014 mengatakan, ‘Kita harus meningkatkan kekuatan lunak Cina, memberikan narasi positif tentang Cina, dan mengkomunikasikan pesan-pesan Cina ke dunia dengan lebih baik.’ Agaknya sejalan dengan itu,Cina membangun Voice of China pada 2018, yang berada di bawah naungan Departemen Propaganda Pusat, dan menggabungkan CCTV, China National Radio, China Radio International. Voice of China ini diberi tugas untuk menyebarluaskan teori-teori partai, arahan, prinsip dan kebijakan sekaligus juga memberitakan cerita positif Cina,” kata Susy Tekunan, MA.
Strategi Media China di Indonesia
Sementara itu, pembicara berikutnya Dr Rahadjeng P.H,SS,MHum yang juga seorang Dosen dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa diplomasi Republik Rakyat Tiongkok adalah baik kepada tetangga, layani, buat rasa aman, buat makmur bersama. RRT melakukan pendekatan berbeda dengan Barat, Tiongkok mwmperkenalkan budayanya sebagai bagian soft power.
“Strategi Tiongkok terhadap media tidak main-main. Sebanyak 57 negara menerima siaran dari RRT. Semua demi kepentingan mengubah pandangan, salah satunya Indonesia, atas Tiongkok bahwa Tiongkok hadir dengan rasa persahabatan bukan ancaman,” kata Rahadjeng.
“Membangun narasi positif tentang agama juga sangat penting bagi Tiongkok. Kita diyakinkan bahwa Tiongkok bukan tanpa agama. Pemerintah Tiongkok juga berusaha mengambil hati rakyat Indonesia lewat media,” kata Rahadjeng lagi.
Menurut Johanes, upaya menanamkan kuasa lunak di atas telah berlangsung pula di Indonesia. Dalam kurang lebih satu dasawarsa terakhir, RRC telah melakukan berbagai upaya untuk menghadirkan informasi yang ramah terhadap China di Indonesia.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, China berupaya menjangkau masyarakat Indonesia dalam Bahasa Indonesia. Secara umum strategi media China dapat dibedakan menjadi dua strategi yang saling berkaitan. Yang pertama, media China berupaya hadir di Indonesia dengan cara menggandeng media arus utama di tanah air. Kedua, China berupaya menjangkau khalayak di Indonesia melalui media sosial.
Dampak bagi Masyarakat
Menurut pandangan Johanes, upaya yang sangat aktif dari China untuk menjangkau masyarakat Indonesia melalui berbagai platform media merupakan bagian dari strategi negara tersebut untuk menanamkan pengaruhnya di Indonesia.
Sebagaimana tersirat dalam sebuah pernyataan kepala biro Jakarta dari Kantor Berita Xinhua, Yu Qianliang, pada tahun 2019, hadirnya media China di Indonesia merupakan upaya China untuk menyediakan alternatif bagi berita tentang negeri tersebut yang disuguhkan oleh Reuters atau Kantor Berita Perancis AFP.
Sementara itu, film-film yang ditayangkan melalui kerja sama antara stasiun TV China dan Indonesia tentu sedikit banyak mengandung nilai-nilai yang dipromosikan oleh pemerintah RRC.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kehadiran berbagai platform media asal China di Indonesia, baik dalam bentuk program berita maupun hiburan, merupakan alat bagi upaya menanamkan kuasa lunak China di Nusantara.
Namun menurut Susy, upaya China menanamkan kekuatan lunaknya di Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Pertama, kwalitas program yang disiarkan seringkali berkwalitas relatif rendah dan lebih mengutamakan kwantitas, kedua, sasaran yang dicapai kebanyakan adalah masyarakat Tionghoa, khususnya pemuda Tionghoa, sehingga hanya menggapai segmen-segmen tertentu, dan ketiga, program-program dari RRT sering kekuarangan penonton.
Selain itu, menurutnya, sikap sentiment anti Cina dan kecurigaan terhadap intensi China masih cukup tinggi di Indonesia.
Memperhatikan hal di atas, nampaknya meski kekuatan ekonomi China terbilang menggiurkan, upaya China menanamkan kuasa lunaknya di Indonesia belum tentu dapat tercapai dalam waktu dekat.