"Jika seseorang tidak memenuhi kewajiban yang diatur dalam perjanjian utang-piutang, maka pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut pemenuhan kewajiban tersebut atau mengganti kerugian yang ditimbulkan."
Dengan demikian, jika UMKM gagal memenuhi kewajibannya, pihak bank atau pemberi pinjaman berhak menuntut pembayaran utang melalui jalur hukum. Ini menunjukkan bahwa kewajiban untuk membayar utang adalah hal yang diatur oleh hukum yang tidak bisa diabaikan.
Bagi UMKM yang tengah kesulitan membayar utang, ada berbagai solusi yang bisa ditempuh, termasuk negosiasi dengan pihak perbankan untuk restrukturisasi utang, pengaturan jadwal pembayaran yang lebih fleksibel, atau mencari alternatif sumber pendanaan lainnya.
Banyak bank dan lembaga keuangan kini lebih terbuka untuk bekerja sama dengan UMKM yang jujur dan berkomitmen untuk menyelesaikan kewajiban mereka, meski dalam situasi sulit.
Namun, yang paling penting adalah komitmen untuk selalu menjaga niat baik dalam memenuhi kewajiban tersebut. Sesuai dengan prinsip "Niat Baik" yang terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata:
"Perjanjian yang dibuat dengan itikad baik harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya."
Penting bagi UMKM untuk menunjukkan itikad baik dalam setiap transaksi dan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban utang mereka.
Meskipun dalam situasi sulit, UMKM harus menyadari bahwa membayar utang bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bagian dari tanggung jawab moral dan sosial dalam membangun ekonomi yang sehat.
Dengan berpegang pada prinsip hukum yang jelas dan tetap menjaga niat baik dalam menyelesaikan utang, diharapkan UMKM dapat terus berkembang dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian Indonesia.
Baca Juga: Kebijakan Hapus Tagih UMKM Berpotensi Timbulkan Moral Hazard, Perlu Aturan Ketat Agar Tepat Sasaran
Melalui upaya bersama antara UMKM, perbankan, dan pemerintah, penyelesaian masalah utang dapat dilakukan dengan bijak dan adil, sehingga memberi manfaat bagi semua pihak yang terlibat.