Indonesia Getol Negosiasi Bareng AS, Hubungan dengan China Terancam?

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 27 April 2025 | 07:34 WIB
Indonesia Getol Negosiasi Bareng AS, Hubungan dengan China Terancam?
Kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Presiden China Xi Jinping. (foto: tim media Presiden Prabowo).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - China melayangkan peringatan keras kepada negara-negara yang saat ini tengah terlibat dalam negosiasi kebijakan tarif dengan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Beijing menyatakan tidak akan tinggal diam dan siap mengambil tindakan balasan tegas jika kesepakatan yang dicapai dinilai merugikan kepentingan nasionalnya.

Pernyataan keras ini dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan China sebagai respons langsung terhadap rencana mantan Presiden AS Donald Trump yang berpotensi kembali menerapkan kebijakan tarif secara agresif. Trump dikabarkan akan menggunakan negosiasi tarif sebagai alat tekanan terhadap mitra dagang AS agar membatasi hubungan ekonomi mereka dengan China.

"China dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika hal itu terjadi, China tidak akan menerimanya dan akan mengambil tindakan balasan secara tegas dan sepadan," demikian pernyataan tegas Kementerian Perdagangan China, dikutip pada Senin (21/4/2025).

Kementerian tersebut juga menuding AS telah melakukan penyalahgunaan kebijakan tarif terhadap seluruh mitra dagangnya dengan dalih menciptakan kesetaraan. Menurut Beijing, Washington memaksa semua pihak untuk memulai negosiasi tarif resiprokal dengan AS. Jika tren ini dibiarkan berlanjut, China khawatir perdagangan internasional akan kembali pada era "hukum rimba" di mana kekuatan menjadi penentu utama.

Dalam pernyataannya, Kementerian Perdagangan China juga menggambarkan negaranya sebagai pihak yang selalu terbuka untuk bekerja sama dengan semua negara di dunia dan berkomitmen untuk membela keadilan serta kejujuran dalam tatanan perdagangan internasional.

Presiden China Xi Jinping (Instagram)
Presiden China Xi Jinping (Instagram)

Sebagai bagian dari sikap yang semakin tegas yang ditunjukkan sejak awal bulan ini, China telah mengambil langkah-langkah pembalasan terhadap tarif AS. Beijing memberlakukan tarif sebesar 125% untuk impor barang-barang tertentu yang berasal dari Amerika Serikat.

Selain itu, China juga membatasi ekspor mineral-mineral penting yang krusial bagi industri teknologi global dan memasukkan sejumlah perusahaan, terutama perusahaan AS yang lebih kecil, ke dalam daftar hitam yang secara signifikan membatasi kemampuan mereka untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan China.

Pada pekan lalu, Presiden China Xi Jinping  juga melakukan kunjungan kenegaraan ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada minggu lalu, yang merupakan perjalanan luar negerinya yang pertama di tahun 2025. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan setelah pertemuan dengan para pemimpin ketiga negara tersebut, Presiden Xi menyerukan adanya kerja sama yang lebih erat antar negara untuk bersama-sama menentang kebijakan tarif sepihak dan tindakan penindasan yang dianggap tidak adil dalam perdagangan internasional.

Saat ini, Asia Tenggara telah menjadi mitra dagang regional terbesar bagi China. Meskipun demikian, Amerika Serikat tetap menjadi mitra dagang terbesar China sebagai negara tunggal.

Baca Juga: Sri Mulyani Bocorkan 5 Kesepakatan RI-AS Untuk Batalkan Tarif Trump

Sementara itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang saat ini menunjukkan keseriusan dalam melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat terkait isu tarif. Langkah ini menuai sorotan pasca peringatan yang disampaikan China. Hubungan Indonesia-China bisa terganggu akibat langkah politik Indonesia yang cenderung mendekat ke AS.

Perkembangan terkini hingga Jumat (25/4/2025) menunjukkan adanya kemajuan dalam pembicaraan antara kedua negara. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan hasil terbaru dari serangkaian negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. [Suara.com/Novian]
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. [Suara.com/Novian]

Didampingi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Airlangga mengungkapkan bahwa delegasi Indonesia telah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak penting dari AS, termasuk United States Trade Representative (USTR), Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, serta perwakilan dari berbagai perusahaan besar AS yang tergabung dalam US Chamber of Commerce, seperti Freeport, Amazon, dan Cargill.

Menurut Menko Airlangga, Indonesia telah memasuki tahap awal negosiasi dengan ditandatanganinya non-disclosure agreement (NDA) dengan USTR. Langkah ini menempatkan Indonesia dalam jajaran 20 negara yang telah memulai proses negosiasi awal terkait tarif dengan Amerika Serikat.

"Indonesia sudah tanda tangan non-disclosure agreement dengan USTR, artinya kita sudah masuk fase negosiasi dan Indonesia adalah salah satu dari 20 negara yang sudah mulai proses negosiasi awal," ujar Menko Airlangga.

Lebih lanjut, Menko Airlangga menuturkan bahwa secara keseluruhan, pemerintah AS memberikan apresiasi terhadap strategi, pendekatan, serta proposal yang diajukan oleh Indonesia. Kedua pihak sepakat untuk melakukan proses yang lebih intensif di tingkat teknis. Bahkan, secara teknis telah dipersiapkan lima sektor khusus yang akan dibahas dalam kelompok kerja percepatan pembahasan.

Kendati demikian, dalam proses negosiasi yang sedang berjalan, Indonesia tetap berupaya untuk mengedepankan kepentingan nasional sambil terus mendorong penguatan hubungan bilateral dengan Amerika Serikat. Indonesia juga diberikan kesempatan untuk melakukan pembahasan teknis secara lebih detail dalam dua minggu mendatang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia usai rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (17/4/2025) malam. (Suara.com/Novian)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia usai rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (17/4/2025) malam. (Suara.com/Novian)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga memberikan pernyataan terkait potensi peningkatan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat. Menteri Bahlil memastikan bahwa rencana penambahan impor LPG dari AS telah mempertimbangkan aspek nilai keekonomian secara matang.

Menurut Menteri Bahlil, aspek keekonomian menjadi pertimbangan utama dalam rencana penambahan impor LPG dan minyak mentah dari AS. Meskipun secara logika biaya transportasi dari AS lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah, Menteri Bahlil menyebutkan bahwa harga LPG dari AS masih dapat bersaing secara komparatif.

"Contoh, LPG belinya dari Amerika. Logikanya kan harusnya lebih mahal karena transportasinya, kan. Tapi buktinya harga LPG dari Amerika sama dengan dari Middle East. Jadi saya pikir semua ada cara untuk kita begitu," kata Menteri Bahlil di Gedung Kementerian ESDM pada Rabu (9/4/2025).

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa impor migas Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai nilai US$36,27 miliar. Postur impor tersebut terdiri dari pembelian minyak mentah senilai US$10 miliar dan hasil migas sebesar US$25,92 miliar.

Adapun, impor LPG Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai 6,89 juta ton dengan nilai total US$3,78 miliar. Dari total impor tersebut, porsi impor LPG dari Amerika Serikat mencapai 3,94 juta ton dengan nilai impor US$2,03 miliar. Selain AS, Indonesia selama ini juga mengimpor LPG dari negara-negara seperti Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Arab Saudi, hingga Aljazair.

Selain potensi impor energi, pemerintah Indonesia juga dikabarkan mempertimbangkan pembelian jet tempur F-15EX dari perusahaan Boeing yang berbasis di AS. Seorang informan industri memperkirakan nilai potensi pesanan tersebut dapat mencapai USD 8 miliar atau sekitar Rp 135 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.876 per dolar AS).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI