Suara.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat drastis pada perdagangan Senin, 21 Juli 2025. IHSG dari awal perdagangan terus berada di zona hijau
Mengutip data Bursa Efek Indonesia, IHSG terdorong naik ke level 7.398 atau naik 86,28 poin, secara presentase naik 1,18 persen.
![Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (9/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/09/72280-ihsg-indeks-harga-saham-gabungan-bursa-efek-ilustrasi-bursa-ilustrasi-ihsg.jpg)
Pada perdagangan pada waktu itu, sebanyak 30,76 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi sebesar Rp 16,2 triliun, serta frekuensi sebanyak 1,94 juta kali.
Dalam perdagangan di hari ini, sebanyak 340 saham bergerak naik, sedangkan 305 saham mengalami penurunan, dan 311 saham tidak mengalami pergerakan.
Adapun, beberapa saham yang menghijau pada waktu itu diantaranya, ANTM, CBDK, CDIA, COIN, DCII, DUTI, EDGE, INCO, KONI, LINK, MAPB, MLBI.
Sementara saham-saham yang mengalami penurunan tajam di perdagangan waktu itu diantaranya, AADI, ADMF, ARGO, BALI, BLOG, BREN, CMRY, CSMI, DSSA, JSMR, MERI, MLPT, NICK, PACK, PSAT, PTRO.
Perdagangan saham di kawasan Asia pada Senin (21/7) ditutup dengan kecenderungan bervariasi. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang tercatat hanya melemah tipis sebesar 0,1 persen, sementara bursa saham Jepang sendiri tutup karena memperingati hari libur nasional Marine Day.
Di tengah minimnya katalis dari Jepang, pelaku pasar di kawasan tetap mencermati perkembangan terbaru dalam ketegangan dagang global. Tekanan pasar datang setelah Gedung Putih kembali menegaskan komitmennya terhadap tarif perdagangan. Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dalam pernyataannya pada Minggu (20/7), menyatakan bahwa 1 Agustus menjadi batas waktu tegas bagi negara-negara mitra dagang Amerika Serikat untuk mulai membayar tarif. Meski demikian, ia juga membuka peluang bagi mitra dagang untuk tetap melanjutkan negosiasi setelah batas waktu tersebut.
Harapan terhadap kemajuan dalam perundingan dagang sempat menguat, terutama karena Lutnick menyebutkan kemungkinan tercapainya kesepakatan dengan Uni Eropa. Di saat yang sama, muncul kabar bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping semakin mendekati rencana pertemuan bilateral, meskipun diperkirakan baru bisa terlaksana paling cepat pada bulan Oktober.
Baca Juga: Susul CDIA dan COIN, Ini 5 Perusahaan yang Akan IPO dalam Waktu Dekat
Menariknya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen justru akan lebih dahulu bertemu dengan Xi Jinping pada Kamis pekan ini, mendahului pertemuan Trump-Xi yang dinantikan pasar.
Dari Jepang, kabar politik turut menambah tekanan. Koalisi penguasa yang dipimpin Perdana Menteri Shigeru Ishiba dikabarkan kehilangan kendali atas majelis tinggi dan majelis rendah dalam pemilu yang berlangsung hari Minggu kemarin. Ini menjadi kekalahan terbesar sejak 1955 dan memperlemah posisi Ishiba di tengah ketidakpastian ekonomi serta menjelang penerapan tarif dagang baru oleh AS. Jepang kini menghadapi ancaman tarif impor sebesar 25 persen atas ekspornya ke AS setelah perundingan dengan Pemerintahan Trump berjalan buntu.
Meski berada di ujung tanduk, PM Ishiba menyatakan tidak akan mengundurkan diri. Namun, para analis memperkirakan pemerintahan yang lemah akan cenderung meningkatkan belanja fiskal untuk menjaga stabilitas, yang berpotensi memperbesar beban utang Jepang ke depan.
Sementara itu dari Tiongkok, bank sentral People’s Bank of China (PBOC) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga Loan Prime Rate (LPR). Keputusan ini mencerminkan keyakinan otoritas moneter bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih berada dalam jalur yang solid.
Secara keseluruhan, dinamika global yang sarat ketidakpastian serta kondisi geopolitik yang terus berkembang menjadi fokus utama pelaku pasar di Asia, termasuk di Indonesia. Investor masih menanti kejelasan arah kebijakan dagang serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi regional dan global.