Suara.com - Nama Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), mendadak jadi buah bibir. Pasalnya, data kemiskinan penduduk Indonesia yang dirilis BPS berbeda jauh dengan laporan terbaru dari Bank Dunia.
Perdebatan ini muncul setelah Bank Dunia menaikkan standar pengukuran kemiskinan ekstrem menjadi US$3 berdasarkan paritas daya beli (PPP).
Dengan standar baru tersebut, Bank Dunia memperkirakan 5,44 persen penduduk Indonesia pada 2023 hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem versi mereka. Angka ini jelas lebih tinggi dibandingkan data resmi BPS.
Dengan menggunakan standar tersebut, Bank Dunia memperkirakan 5,44 persen penduduk Indonesia pada 2023 hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem versi baru. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi dari BPS.
Namun pihak BPS menjelaskan bahwa Indonesia saat ini belum secara resmi mengadopsi batas US$3 PPP sebagai garis kemiskinan ekstrem nasional.
BPS hingga kini masih menggunakan standar US$2,15 PPP untuk memastikan konsistensi perbandingan dengan data tahun-tahun sebelumnya. Angka kemiskinan ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen, mengacu pada US$1,9 PPP (2011).
Sementara itu, rilis terbaru BPS untuk Maret 2025 menunjukkan kemiskinan ekstrem sebesar 0,85 persen, yang dihitung berdasarkan garis kemiskinan US$2,15 PPP (2017).
Sehingga ketika dihitung dengan metode yang sama, hasilnya 1,26 persen sehingga kemiskinan ekstrem Maret 2025 turun dibandingkan dengan ekstrem Maret 2024,
Lantas, siapa sebenarnya Amalia Adininggar Widyasanti?
Baca Juga: Data BPS Dibela Mati-matian: Gus Ipul Yakin Angka Kemiskinan Turun Meski PHK Menggila!
Amalia bukanlah orang baru di kancah perencanaan dan ekonomi Indonesia. Ia adalah sosok yang lama berkiprah di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menduduki berbagai posisi penting.
Sebelum menjabat Kepala BPS, Amalia pernah menjadi Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional (2011–2016), Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik (2016–2018), serta Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan (2018–2020). Puncaknya, ia mengemban tugas sebagai Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas sejak 2020 hingga Januari 2025. Bahkan, dua jabatan terakhir ini ia jalani bersamaan dengan tugasnya sebagai Plt Kepala BPS sejak 17 Mei 2023.
Wanita kelahiran Bogor pada tahun 1972 ini memang memiliki segudang keahlian: ekonomi makro, ekonomi internasional dan moneter, perdagangan internasional, ekonomi pembangunan, hingga pemodelan ekonomi.
Latar belakang pendidikannya pun tak kalah mentereng. Amalia adalah lulusan Sarjana dan Magister Teknik Kimia dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1995 dan 1997. Ia kemudian melanjutkan studi di luar negeri, meraih Gelar Master of Engineering dari Rensselaer Polytechnic Institute, Amerika Serikat (1998), serta gelar PhD in Economics dari University of Melbourne, Australia (2005).