Gaduh Data Ekonomi RI Hingga PBB Diminta Lakukan Investigasi

Sabtu, 09 Agustus 2025 | 09:52 WIB
Gaduh Data Ekonomi RI Hingga PBB Diminta Lakukan Investigasi
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) secara resmi telah mengirimkan surat permintaan investigasi kepada Badan Statistik PBB (United Nations Statistics Division/UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Suara.com - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) secara resmi telah mengirimkan surat permintaan investigasi kepada Badan Statistik PBB (United Nations Statistics Division/UNSD) dan United Nations Statistical Commission.

Hal ini terjadi usai Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2025 sebesar 5,12% yang dinilai banyak ekonom tak masuk akal.

Langkah drastis ini diambil karena CELIOS menilai data pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% (y-o-y) memiliki indikasi perbedaan yang mencolok dengan kondisi riil di lapangan. Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menegaskan bahwa ini dilakukan demi menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini menjadi rujukan penting.

"Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2025 yang sebesar 5,12% year-on-year," kata Bhima dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).

Anomali Data yang Mencurigakan: Manufaktur dan PHK Massal
CELIOS menyoroti beberapa anomali yang dianggap janggal. Salah satunya adalah data pertumbuhan sektor industri pengolahan yang mencapai 5,68% y-o-y. Menurut Bhima, angka ini kontras dengan Indeks Manufaktur (Purchasing Managers' Index/PMI) pada periode yang sama yang justru tercatat kontraksi.

Bhima juga menyoroti fenomena deindustrialisasi prematur, di mana porsi manufaktur terhadap PDB justru menurun. "Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68% yoy?" ujarnya mempertanyakan.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menambah daftar kejanggalan. Ia merasa aneh karena pertumbuhan di triwulan II, yang minim momen libur besar, justru lebih tinggi (5,12%) dibanding triwulan I yang memiliki momen Ramadhan dan Idul Fitri (4,87%). "Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," tambahnya.

Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi Askar, menekankan bahwa jika ada intervensi dalam penyusunan data, hal itu bertentangan dengan Prinsip Dasar Statistik Resmi PBB.

"Data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat," kata Media. Menurutnya, data ekonomi yang dilebih-lebihkan dapat menyesatkan pengambilan kebijakan. Pemerintah bisa keliru menunda stimulus karena menganggap ekonomi baik-baik saja, padahal di lapangan sebaliknya.

Baca Juga: Profil Sudewo, Bupati Pati yang Sempat Viral karena Naikkan PBB 250 Persen

CELIOS berharap PBB akan melakukan investigasi teknis atas metode penghitungan PDB Indonesia dan mendorong reformasi transparansi di BPS. "Keinginan masyarakat itu sederhana, agar pemerintah Indonesia menghitung pertumbuhan ekonomi dengan standar SDDS Plus sehingga datanya dapat dipertanggungjawabkan," pungkas Media.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI