Suara.com - Presiden RI Prabowo Subianto menyetujui langkah BPI Danantara dalam menghapus insentif dan tantiem komisaris BUMN. Menurutnya, tantiem ini merupakan alibi para komisaris untuk menghimpun kekayaan pribadi.
Bahkan, dia merasa bingung, Komisaris BUMN bisa mendapatkan tantiem hingga puluhan miliar, padahal hanya mengikuti rapat sekali dalam sebulan.
"Tantiem akal-akalan saja. sehingga kita tidak tahu apa itu tantiem. masak ada komisaris, yang rapat sebulan sekali, tantiem Rp 40 miliar setahun," ujarnya dalam Nota Keuangan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
![Ilustrasi Gedung Wisma Danantara Indonesia. [Dokumentasi Danantara].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/04/58180-wisma-danantara.jpg)
Maka dari itu, Prabowo memerintahkan Danantara untuk menghapus tantiem komisaris, jika BUMN yang rugi. Selain itu, Kepala Negara juga mengingatkan BUMN jangan memoles laporan keuangan untuk menjadi untung.
"Dan untungnya harus untung bener, bukan akal-akalan. kita sudah lama jadi orang indonesia," ucapnya.
Ketua Umum Partai Gerindra ini juga mempersilahkan Komisaris dan Direksi BUMN mundur, jika tidak menyetujui kebijakan tantiem tersebut.
Sebelumnya, BPI Danantara membuat gebrakan baru dalam mengatur Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya, mengatur soal insentif, tantiem, dan penghasilan lain direksi dan komisaris perusahaan pelat merah.
Hal ini setelah Kepala BPI Danantara, Rosan Roeslani mengeluarkan Surat Edaran No. S-063/DI-BP/VII/2025 yang dikeluarkan pada tanggal 30 Juli 2025.
Beleid itu memuat, bahwa pemberiaan insentif, tantiem, dan penghasilan lain direksi akan mengacu pada kinerja perusahaan.
Baca Juga: Prabowo Sentil Komisaris BUMN: Rapat Sebulan Sekali, Tantiem Rp40 Miliar, Tak Suka Berhenti!
Artinya, jika memang BUMN memang tengah mendapat laba tinggi, maka direksi bisa mendapatkan insentif tinggi, sebaliknya, jika merugi, maka bisa saja direksi tidak mendapatkan penghasilan selain gaji.
Selain itu, pemberian penghasilan direksi itu bukan hasil aktivitas semu pencatatan akutansi/laporan keuangan, dan tidak mencatatkan beban untuk memperbesar laba perusahaan.
"Dalam hal terdapat hasil usaha yang sifatnya ‘one-off' atau ‘windfall', maka harus dikeluarkan dari perhitungan," bunyi surat tersebut seperti dikutip, Jumat (1/8/2025).