Industri Hulu Gas Dinilai Jadi Kunci Jalannya Program Hilirisasi Berbagai Sektor

Achmad Fauzi Suara.Com
Kamis, 28 Agustus 2025 | 08:12 WIB
Industri Hulu Gas Dinilai Jadi Kunci Jalannya Program Hilirisasi Berbagai Sektor
Arsip - Pipa gas di stasiun kompresor Atamanskaya, fasilitas proyek Power Of Siberia Gazprom di luar kota Svobodny, di Amur, Rusia, 29 November 2019. [ANTARA/Reuters/Maxim Shemetov/as]

Suara.com - Industri hulu dan hilir gas dinilai memiliki kontribusi yang semakin besar terhadap perekonomian nasional. Karena itu, berbagai pihak diminta memastikan pasokan gas tetap lancar agar potensi manfaat ekonomi bisa terus dioptimalkan.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan hasil studi lembaganya menemukan bahwa sektor ekonomi yang terlibat dengan kegiatan usaha hulu gas terus bertambah.

"Hasil studi ReforMiner menemukan bahwa sektor ekonomi yang terkait dan terlibat dengan kegiatan usaha hulu gas meningkat dari 104 sektor menjadi 113 sektor," ujarnya di Jakarta, yang dikutip Kamis (28/8/2025).

Ilustrasi pipa gas Pertamina. Pertamina temukan sumber minyak dan gas bumi di Jambi. [ANTARA]
Ilustrasi pipa gas Pertamina. Pertamina temukan sumber minyak dan gas bumi di Jambi. [ANTARA]

Ia menambahkan, indeks multiplier industri hulu gas juga meningkat dari 4,98 menjadi 6,56. Hal ini mencerminkan penciptaan nilai tambah ekonomi dari investasi hulu gas yang semakin besar.

"Industri hulu gas memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor pendukung dan penggunanya. Kegiatan usaha hulu gas memiliki peran penting baik sebagai penyedia bahan baku maupun penyedia energi," jelas Komaidi.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa nilai total linkage index juga naik dari 2,63 menjadi 3,12. Menurutnya, angka di atas 1 menunjukkan suatu sektor ekonomi memiliki keterkaitan yang kuat dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnya.

Komaidi menyebut pengembangan industri hulu gas sejalan dengan agenda transisi energi, penyelesaian defisit gas di sejumlah wilayah, serta kebijakan hilirisasi. Berdasarkan kajian ReforMiner, konversi 50 persen konsumsi minyak bumi dan batubara dengan gas bumi dapat menurunkan emisi masing-masing sebesar 36,16 juta ton CO2e dan 123,35 juta ton CO2e.

Adapun potensi defisit pasokan gas di Jawa Barat dan Sumatera diproyeksikan meningkat hingga 513 MMSCFD pada 2035. "Defisit ini dapat diminimalkan jika pengembangan dan pengusahaan hulu gas dapat dioptimalkan," terangnya.

Kebutuhan gas untuk program hilirisasi juga cukup besar. Beberapa proyek yang disebut membutuhkan pasokan antara lain, Pupuk Iskandar Muda (PIM)-3, Pupuk Sriwijaya (Pusri) III, Proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban, Amurea Pupuk Kimia Gresik, Pabrik Methanol Bojonegoro, Proyek Petrokimia Masela, Pengembangan Amonia Banggai, Ammonia dan Urea Papua Barat, serta Blue Amonia Papua Barat. Total kebutuhan gas dari proyek-proyek tersebut diperkirakan mencapai 1.078 MMSCFD.

Baca Juga: Kenapa Tahun 2026 Beli LPG 3 Kg Wajib Pakai NIK KTP?

Selain itu, Komaidi menekankan pentingnya peningkatan produksi LPG domestik untuk memperbaiki kondisi fiskal dan moneter Indonesia.

"Sementara kemampuan produksi LPG domestik stagnan pada kisaran 1,9 juta ton. Karena itu Indonesia harus mengimpor LPG sekitar 6,90 juta ton per tahun," bebernya.

Ia menjelaskan, dalam lima tahun terakhir kebutuhan subsidi LPG mencapai sekitar Rp453 triliun, dengan realisasi 40-60 persen dari total subsidi energi. Di sisi lain, kebutuhan devisa impor LPG mencapai Rp64 triliun per tahun.

Menurutnya, ketergantungan impor bisa dikurangi apabila kapasitas produksi LPG domestik ditingkatkan, sehingga beban subsidi maupun devisa impor dapat ditekan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?