Permintaan Tinggi, Pasokan Terbatas: Saatnya ART Diakui Sebagai Pekerja Profesional

Dinda Rachmawati Suara.Com
Jum'at, 12 September 2025 | 06:05 WIB
Permintaan Tinggi, Pasokan Terbatas: Saatnya ART Diakui Sebagai Pekerja Profesional
Ilustrasi ART atau Asisten Rumah Tangga (Dok. Istimewa)

Suara.com - Dalam keseharian masyarakat urban, keberadaan asisten rumah tangga (ART) kerap dianggap biasa saja. Namun di balik kesederhanaan peran mereka, tersimpan kontribusi besar bagi produktivitas bangsa.

Bayangkan betapa sulitnya banyak keluarga, terutama ibu bekerja dan profesional muda, menjalani aktivitas tanpa kehadiran ART di rumah.

Sayangnya, peran penting ini justru berada dalam bayang-bayang informalitas. Menurut data BPS 2024, lebih dari 12 juta rumah tangga di Indonesia bergantung pada ART, namun jumlah tenaga kerja aktif terus menyusut—turun 18% dalam lima tahun terakhir. 

Survei SMERU Research Institute bahkan mencatat 85% ART bekerja tanpa pelatihan formal dan perlindungan hukum.

Situasi ini, menurut Val The Consultant (VTC), adalah “krisis diam-diam” yang jika dibiarkan dapat menjadi masalah sosial besar.

Mengubah Paradigma: Dari Pembantu ke Profesional

Supreme Halim, Vice President VTC, menegaskan bahwa ART bukan sekadar pembantu, melainkan penyangga produktivitas bangsa.

“Bayangkan berapa banyak ibu bekerja, profesional, atau pebisnis yang tidak bisa optimal tanpa kehadiran ART. Ini bukan soal kemewahan, ini soal kebutuhan,” ujarnya.

Untuk itu, VTC merancang pendekatan sistematis guna mendorong profesionalisasi ART, mulai dari penyusunan modul pelatihan berbasis kompetensi—meliputi kebersihan, pengasuhan anak, hingga manajemen rumah tangga—hingga membangun klinik pekerja cerdas yang menilai performa keterampilan ART secara terukur.

Baca Juga: Editing Foto Profesional: Rahasia Hasil Visual Berkualitas Tinggi

Sistem ini dilengkapi layanan konselor serta program coaching dan reward system yang terbukti meningkatkan retensi kerja hingga 40%.

Permintaan Tinggi, Pasokan Terbatas

Fenomena menarik juga muncul dari sisi pasar. Sejak awal 2025, permintaan ART melalui Val The Consultant meningkat hingga tiga kali lipat. Namun pertumbuhan tenaga yang tersedia hanya sekitar 20%.

“Ini bukti bahwa demand tinggi, tapi sistem rekrutmennya lemah dan tidak terstandar. Kalau tidak ada intervensi, kita akan menghadapi krisis sosial, terutama di kota-kota besar,” ungkap Valeriana Rosmaya, Presiden Direktur VTC Group.

Senada, Listya Pranata—kepala sekolah Nexus The Institute yang bermitra dalam mendidik ART—menekankan pentingnya kurikulum profesional untuk mencetak tenaga kerja rumah tangga yang andal dan terhormat.

Dorongan kepada Pemerintah

Menyadari urgensi ini, CEO Val The Consultant, Valentina Maya Sari, mengajukan tiga rekomendasi konkret kepada pemerintah:

1. Menyusun framework legal yang berpihak—pengakuan ART dalam hukum ketenagakerjaan agar hak dan kewajiban lebih jelas.

2. Insentif bagi keluarga yang mempekerjakan ART secara formal—dukungan negara bagi keluarga yang menjalankan sistem kontrak, gaji layak, dan jaminan sosial.

3. Akses pelatihan bersertifikat—melalui BLK atau LPK, agar ART memiliki kesempatan berkembang, bukan sekadar bekerja.

Mengangkat Infrastruktur Sosial yang Terlupakan

Jika dunia korporasi punya HR system yang jelas, mengapa rumah tangga sebagai unit terkecil bangsa tidak? Itulah pertanyaan reflektif yang ditawarkan VTC.

Dengan intervensi yang tepat, ART dapat naik kelas: dari pekerjaan informal yang rawan eksploitasi menjadi profesi yang bermartabat, terlindungi hukum, dan terstandar.

Profesionalisasi ART, dengan demikian, bukan hanya solusi bagi rumah tangga modern, tetapi juga investasi pada infrastruktur sosial Indonesia yang selama ini terlupakan.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI