-
Sektor komoditas global, terutama mineral dan batu bara, mencatat kenaikan signifikan pada September 2025, didorong oleh pelonggaran kebijakan moneter The Fed dan permintaan yang kuat di Asia.
-
Harga Emas melonjak 9% MoM akibat pemotongan suku bunga AS, pelemahan Dolar, dan pembelian kuat Bank Sentral, sementara Nikel dan Tembaga juga naik didukung pasokan ketat.
-
Kenaikan harga ini memicu foreign inflow (arus masuk dana asing) besar ke kedua sektor di bursa domestik, dengan mineral membukukan Rp652 Miliar dan batu bara Rp389 Miliar.
Suara.com - Sektor komoditas global menunjukkan kinerja yang impresif sepanjang September 2025, dengan harga mineral dan batu bara kompak mengalami kenaikan signifikan.
Tren ini sebagian besar didorong oleh kebijakan moneter global yang lebih longgar dan dinamika permintaan serta pasokan di pasar Asia.
Harga-harga mineral mencatat kenaikan yang meluas pada September 2025. Kenaikan ini dipimpin oleh lonjakan harga Emas yang mencapai 9% secara bulanan (Month-on-Month/MoM).
Kenaikan fantastis pada emas didukung oleh tiga faktor utama:
- Pemotongan Suku Bunga The Fed: Keputusan bank sentral AS (The Fed) untuk memangkas suku bunga membuat aset non-bunga seperti emas menjadi lebih menarik.
- Dolar AS Melemah: Melemahnya mata uang Dolar AS (USD) membuat harga komoditas yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut menjadi lebih murah bagi pembeli internasional.
- Pembelian Kuat Bank Sentral: Permintaan yang stabil dan kuat dari berbagai bank sentral global turut menopang harga logam mulia ini.
Selain emas, nikel juga menunjukkan kinerja positif. Harga Nickel Pig Iron (NPI) naik 3,6% MoM dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) naik 3,8% MoM. Kenaikan ini disebabkan oleh permintaan yang kuat dan pasokan yang ketat di pasar.
Bahkan nikel murni di LME (London Metal Exchange) naik 1,2% MoM, sementara Tembaga melesat 3,4% MoM. Kenaikan tembaga ini secara khusus diuntungkan oleh adanya suspensi operasional di tambang Grasberg milik Freeport.
Kinerja positif harga mineral ini juga tercermin dalam pergerakan modal asing di bursa saham domestik. Sektor mineral mencatat arus masuk dana asing (foreign inflow) sebesar Rp652 Miliar (setara US$40 Juta), membalikkan kondisi arus keluar (outflow) yang terjadi pada bulan Agustus.
Kenaikan harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi pendorong utama arus masuk ini.
Melihat momentum ini, analis merevisi rekomendasi jangka pendek mereka untuk sektor mineral menjadi Overweight (3 bulan), sambil mempertahankan status Neutral untuk pandangan 12 bulan. Saham INCO ditetapkan sebagai pilihan utama (top pick).
Baca Juga: Ayah Ojak Pamer Perhiasan, Emang Boleh Laki-Laki Memakai Emas? Ini Peringatan Keras Buya Yahya
Sektor Batu Bara: Rebound Didorong Permintaan China
Sektor batu bara turut mencatatkan rebound harga di September 2025. Kenaikan dipimpin oleh harga batu bara kalori rendah (low-CV) ICI yang naik antara 2,2% hingga 2,3% MoM.
Pemulihan harga ini didukung oleh peningkatan ekspor dan permintaan yang kuat dari Tiongkok. Di sisi pasokan, penutupan sementara sekitar 90 tambang batu bara juga turut memperketat ketersediaan komoditas di pasar.
Dikutip via Bloomberg, seperti sektor mineral, sektor batu bara juga membukukan arus masuk dana asing sebesar Rp389 Miliar (US24Juta).
Saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (AADI) menjadi kontributor terbesar dengan in flow mencapai Rp 232Miliar. Meskipun demikian, secara Year−to−Date (YTD), aliran dana asing untuk sektor ini masih tercatat negatif sebesar Rp573Miliar (US35 Juta).
Meski harga rebound, saham-saham batu bara hanya naik rata-rata 6%, mencerminkan underperformance terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Analis tetap mempertahankan rekomendasi Overweight untuk prospek 3 bulan, dan Neutral untuk 12 bulan, dengan saham AADI diunggulkan sebagai top pick.