- Saham TOBA perusahaan yang terafiliasi erat dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, menjadi sorotan tajam di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan ini.
- Setelah sempat menjadi primadona energi terbarukan, saham TOBA justru memasuki fase koreksi dalam yang dipicu oleh tekanan jual masif.
- Pergerakan harga TOBA sepanjang pekan ini mencerminkan tren pelemahan yang signifikan.
Suara.com - Perjalanan saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), perusahaan yang terafiliasi erat dengan mantan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, menjadi sorotan tajam di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI) pekan ini.
Setelah sempat menjadi primadona energi terbarukan, saham TOBA justru memasuki fase koreksi dalam yang dipicu oleh tekanan jual masif.
Pergerakan harga TOBA sepanjang pekan ini mencerminkan tren pelemahan yang signifikan.
Pekan ini dibuka dengan tanda-tanda yang kurang baik pada Senin (27/10/2025), di mana harga saham TOBA sudah melemah signifikan dari penutupan pekan sebelumnya. Namun, titik krusial terjadi pada Rabu (29/10/2025), di mana TOBA anjlok hingga mencapai level auto rejection bawah (ARB) dengan penurunan sebesar 15%.
Tekanan jual ini sangat kuat hingga menjadi salah satu pemberat utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari itu.
Pada perdagangan Kamis (30/10/2025), saham TOBA kembali pada zona merah dengan pelemahan 3,53% atau menguap 30 poin ke 820. Harga penutupan terakhir di hari Rabu adalah Rp850 per saham.
Sepanjang hari ini TOBA mencatatkan level tertinggi di Rp850—sama dengan harga penutupan hari sebelumnya namun sempat menyentuh level terendah harian di Rp775.
Volume perdagangan pada hari itu terbilang sangat tinggi, mencapai lebih dari 240 juta lembar saham, mengindikasikan adanya aksi distribusi atau penjualan besar-besaran.
Meskipun perusahaan terus menggembor-gemborkan transformasi bisnisnya menuju energi hijau termasuk fokus pada bisnis waste management dan kendaraan listrik melalui Electrum kinerja harga saham mencerminkan sentimen kehati-hatian pasar.
Baca Juga: Saham BBRI Dekati Level 4.000 Usai Rilis Laba Bersih Rp41,23 Triliun
Salah satu sentimen negatif yang membayangi adalah kinerja keuangan yang kurang memuaskan, di mana perusahaan sempat mencatatkan kerugian, bahkan setelah divestasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Meskipun transisi ke energi terbarukan adalah langkah positif jangka panjang, investasi besar-besaran yang dibutuhkan untuk sektor ini, seperti pendanaan senilai sekitar Rp2,4 triliun yang disiapkan untuk bisnis waste management, sering kali dianggap pasar sebagai beban biaya yang dapat menekan profitabilitas dalam jangka pendek, memicu aksi profit taking atau pelepasan saham.
Tekanan pada saham berbasis energi juga seringkali dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas global, meskipun TOBA sedang beralih fokus, bayang-bayang bisnis batu bara terdahulu masih memengaruhi persepsi investor.