Ekonom Bongkar Strategi Perang Harga China, Rupanya Karena Upah Buruh Murah dan Dumping

Sabtu, 01 November 2025 | 18:30 WIB
Ekonom Bongkar Strategi Perang Harga China, Rupanya Karena Upah Buruh Murah dan Dumping
Ilustrasi. Suasana bongkar-muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (11/4/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Di tengah derasnya investasi infrastruktur dan pertambangan yang memicu polemik utang dan tenaga kerja asing, kini muncul tantangan nyata berupa banjir barang murah asal China.
  • Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Johanes Herlijanto, menegaskan bahwa fenomena serbuan barang China dengan harga sangat kompetitif ini bukan sekadar urusan pasar.
  • Ekonom dan Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha LPEM FEB UI, Mohammad Dian Revindo, membongkar strategi RRC menekan harga produknya hingga menjadi sangat murah.

Suara.com - Hubungan mesra Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC) yang telah menginjak usia 75 tahun pada 2025 ternyata menyimpan duri tajam di sektor ekonomi.

Di tengah derasnya investasi infrastruktur dan pertambangan yang memicu polemik utang dan tenaga kerja asing, kini muncul tantangan nyata berupa banjir barang murah asal Negeri Tirai Bambu yang mengancam kemandirian ekonomi bangsa dan lapangan kerja lokal.

Isu krusial ini menjadi pembahasan utama dalam seminar bertajuk “Strategi Tiongkok Mencari Pasar: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia” di Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), Johanes Herlijanto, menegaskan bahwa fenomena serbuan barang China dengan harga sangat kompetitif ini bukan sekadar urusan pasar. Dampaknya berantai, mulai dari merontokkan industri lokal hingga berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masif.

"Kehadiran barang dari China bukan hanya berdampak pada industri lokal dan tenaga kerja yang harus menghadapi kehilangan pekerjaan, tetapi juga pada potensi ketergantungan masyarakat Indonesia pada barang asal China. Ini pada gilirannya dapat mengganggu kemandirian bangsa,” ujar Johanes.

Ekonom dan Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha LPEM FEB UI, Mohammad Dian Revindo, membongkar strategi RRC menekan harga produknya hingga menjadi sangat murah. Ia menyoroti taktik nyeleneh yang dilakukan Tiongkok, salah satunya adalah pelemahan nilai mata uang (RMB) melalui intervensi pasar.

Seminar bertajuk “Strategi Tiongkok Mencari Pasar: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia” di Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Seminar bertajuk “Strategi Tiongkok Mencari Pasar: Tantangan dan Peluang Bagi Indonesia” di Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (31/10/2025).

"Tiongkok juga menekan biaya produksi melalui kebijakan pro-pekerja dan lemahnya serikat buruh. Ini aneh, karena di negara sosialis tetapi serikat buruh justru lemah,” kata Revindo.

Selain menahan apresiasi mata uang, Revindo juga menyebut Tiongkok gencar menerapkan praktik dumping pada produk-produk seperti garmen, lisin, dan kaca, membuat produk impor jauh lebih diminati konsumen Indonesia. Hal ini diperparah dengan dominasi e-commerce asing di Indonesia dan peningkatan impor ilegal.

Ancaman ini bukan isapan jempol. Data dari Kementerian Perindustrian yang disampaikan Laode Ikrar Hastomi menunjukkan adanya kesenjangan neraca perdagangan yang mencolok.

Baca Juga: Sinopsis Speed and Love, Drama China Terbaru Esther Yu dan He Yu di iQiyi

Meskipun ekspor Indonesia ke China mencapai $62,44 miliar USD pada 2024, nilai impor dari China justru mencapai $72,73 miliar USD.

"Ini memperlihatkan kesenjangan neraca ekspor-impor Indonesia-China sebesar $10 miliar USD (sekitar Rp156 triliun) di tahun yang lalu,” ujar Hastomi.

Meski demikian, Kementerian Perindustrian optimis defisit ini berpotensi menurun berkat program hilirisasi, seperti yang terlihat pada kawasan industri berbasis nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.

Menanggapi dinamika ini, perwakilan dari Ikatan Pemuda Tionghoa (IPTI), Septeven Hwang, menegaskan posisi etnis Tionghoa di Indonesia.

"Secara etnis kita Tionghoa, tapi nasionalisme kita adalah Indonesia dan kita akan membela national interest Indonesia dalam hubungan bilateral Indonesia-China," tegas Septeven.

Senada dengan itu, Peni Hanggraini dari Paramadina Asia Pacific Institute (PAPI) mengingatkan bahwa Indonesia harus belajar dari disiplin strategis Tiongkok tanpa kehilangan jati diri. Ekonom UI, Dian Revindo, pun menekankan perlunya konsistensi kebijakan industri dan penguatan riset domestik agar produk Indonesia mampu bersaing melawan strategi harga Tiongkok.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI