'Uang Nganggur' di Bank Tembus Rp2.509,4 triliun, OJK Ungkap Penyebabnya

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 23 Desember 2025 | 11:27 WIB
'Uang Nganggur' di Bank Tembus Rp2.509,4 triliun, OJK Ungkap Penyebabnya
Ilustrasi uang rupiah. [Antara]
Baca 10 detik
  • OJK memberikan atensi pada undisbursed loan sebesar Rp2.509,4 triliun per November 2025, dilihat sebagai peluang pertumbuhan.
  • Tingginya kredit menganggur menunjukkan ruang ekspansi besar bagi usaha saat kepercayaan ekonomi membaik.
  • Penyebab kredit belum terserap meliputi permintaan belum kuat, strategi wait and see, dan suku bunga turun lambat.

Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan atensi khusus terhadap tumpukan dana pinjaman yang telah disetujui namun belum ditarik oleh debitur atau dikenal dengan istilah undisbursed loan.

Hingga November 2025, nilai kredit menganggur di industri perbankan nasional tercatat menyentuh angka fantastis, yakni sebesar Rp2.509,4 triliun.

Meskipun angka ini tergolong besar—mencapai 23,18 persen dari total plafon kredit yang tersedia—OJK memandangnya sebagai peluang strategis.

Ketersediaan dana siap pakai ini dinilai sebagai "cadangan kekuatan" yang dapat memicu lonjakan pertumbuhan sektor riil di masa mendatang.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa tingginya angka undisbursed loan mencerminkan masih adanya ruang gerak yang sangat luas bagi para pelaku usaha untuk melakukan ekspansi.

Komitmen pembiayaan yang besar dari perbankan ini menjadi jaminan bahwa ketika kepercayaan dunia usaha pulih sepenuhnya, likuiditas untuk menggerakkan roda ekonomi sudah tersedia.

"Dengan adanya komitmen kredit atau pembiayaan yang besar tersebut, terdapat potensi peningkatan realisasi kredit di masa mendatang, sehingga dalam hal kondisi ekonomi membaik dan kepercayaan pelaku usaha meningkat, maka pencairan kredit dapat meningkat dan mendorong pertumbuhan sektor riil," ungkap Dian dalam keterangan resminya.

Dian memproyeksikan bahwa angka kredit menganggur ini akan mulai melandai atau mengalami moderasi seiring dengan penyesuaian strategi bisnis perbankan ke arah yang lebih produktif.

Optimisme OJK didorong oleh beberapa indikator ekonomi makro yang menunjukkan tren positif menjelang pergantian tahun. Beberapa faktor utama yang diprediksi akan mempercepat pencairan kredit meliputi:

Baca Juga: OJK Rilis Daftar 'Whitelist' Platform Kripto Berizin untuk Keamanan Transaksi

Perbaikan Indeks Manufaktur: PMI Manufaktur Indonesia pada November 2025 tercatat ekspansif di level 53,50, melonjak dibandingkan posisi Oktober yang berada di angka 51,20.

Kebijakan Moneter: Adanya tren penurunan suku bunga pinjaman serta transmisi kebijakan moneter yang kian efektif.

Investasi dan Belanja: Akselerasi belanja pemerintah di akhir tahun serta peningkatan investasi dari sektor swasta.

Jika momentum peningkatan aktivitas ekonomi ini terjaga, OJK meyakini permintaan terhadap kredit perbankan akan melonjak drastis, yang pada akhirnya memberikan efek multiplier terhadap konsumsi rumah tangga dan investasi nasional.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) memberikan perspektif tambahan mengenai penyebab masih besarnya dana yang mengendap di perbankan.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa permintaan kredit memang terindikasi belum menunjukkan kekuatan maksimal.

"Permintaan kredit terindikasi belum kuat dipengaruhi oleh perilaku wait and see dari pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat," jelas Perry dalam konferensi pers baru-baru ini.

Banyak perusahaan besar di kota-kota besar Indonesia saat ini lebih memilih menggunakan arus kas internal (internal funding) untuk mendanai operasional mereka sembari memantau arah kebijakan ekonomi global dan domestik sebelum mengambil pinjaman baru dari bank.

Guna memastikan tumpukan kredit ini dapat terserap secara sehat, OJK terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya.

Langkah-langkah pemantauan dilakukan secara ketat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional sembari terus mendorong bank-bank agar lebih aktif menyalurkan pembiayaan produktif.

Ketersediaan plafon kredit triliunan rupiah ini diharapkan menjadi katalisator utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2026, khususnya dalam mendukung sektor-sektor strategis yang menyerap banyak tenaga kerja.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI