Suara.com - Hari ini, 62 tahun yang lalu, Arthur Antunes Coimbra lahir di Rio de Janeiro, Brasil. Zico, demikian ia lebih dikenal, adalah legenda sepak bola Negeri Samba yang kini menggeluti karier kepelatihan.
Di masa kejayaannya, orang menyebutnya sebagai Pele Putih. Penyebabnya, apalagi jika bukan bakatnya mengolah si kulit bundar yang tak jauh berbeda dari pendahulunya, sang maestro, Mutiara Hitam, Pele.
Zico adalah pemain yang kreatif dan dianugerahi kemampuan teknis serta visi yang nyaris sempurna. Tak cuma itu. Soal kemampuan passing dan finishing, sulit mencari yang sehebat Zico. Seorang Pele bahkan pernah menyebut: "sepanjang sejarah, satu-satunya pemain yang mendekati kemampuan saya adalah Zico".
Orang mengingatnya sebagai seorang playmaker kelas wahid serta ahli tendangan bebas. Soal membuat tendangan melengkung, kemampuan gelandang yang satu ini boleh dikata jarang ada duanya di muka bumi.
Veteran lapangan hijau yang masuk FIFA 100 alias deretan pemain terbaik sepanjang masa ini, tiga kali membela Brasil di ajang Piala Dunia, yakni tahun 1978, 1982, dan 1986. Kendati tak berhasil mempersembahkan gelar juara pertama di ketiga kompetisi tersebut, Zico punya catatan baik di timnas, dengan torehan 48 gol di 71 laga dan membawa Selecao menjadi juara ketiga pada Piala Dunia 1978.
Zico mengawali karier seniornya bersama Flamengo. Setelah itu, Zico hijrah ke Udinese, kembali lagi Flamengo, lalu ke klub Jepang, Kashima Atlers.
Gantung sepatu pada tahun 1994, Zico mulai menekuni sepak bola pantai sampai akhirnya banting setir menjadi pelatih mulai tahun 1999. Melakukan debut kepelatihan di Kashima Antlers, Zico menangani sejumlah klub besar seperti Fenerbache dan CSKA Moskow, serta tim negara macam Jepang dan Irak. Kini, dirinya menjabat sebagai manajer FC Goa, klub yang berlaga di Liga Super India.