"Di Man United pun saya menyadarinya, ketika dia mencetak satu gol ajaib, salah satu gol terbaik yang pernah saya lihat dalam hidup saya, meski itu terjadi hanya di sesi latihan."
"Dia melakukan rabona yang sangat 'angkuh' dari tengah lapangan, dan itu dari jarak yang sangat jauh. Sesi latihan tiba-tiba berhenti, di mana para pemain pasti memikirkan; 'Apakah Anda meilhat apa yang barusan dilakukan Seba (sapaan akrab Veron)?'."
"Dia adalah pemain yang sangat luar biasa dulu, pemberi passing yang sangat hebat. Saya pikir faktor dia gagal di Man United adalah Roy Keane, seseorang dengan kepribadian yang dominan."
"Saya pikir Roy terlalu sering mengambil bola di posisi Seba. Saya pikir dia memang tidak bisa bermain bersama Roy, sementara kala itu manajer (Sir Alex) lebih sering bermain dengan 4-4-1-1, dengan Roy bersama Seba atau Nicky (Butt) bermain sebagai double pivot, dengan Scholesy (Paul Scholes) beroperasi di belakang lone striker, sebagai gelandang serang murni. Seba tidak bisa bermain sebagai pivot."
"Seba datang dari Parma dan Lazio di mana dia memang menjadi aktor utama di lini tengah, mendistribusikan bola, menjadi pembawa bola utama sebagai gelandang box-to-box. Dia tidak biasa dengan pemain lain mengambil posisinya, yang dalam hal ini adalah Roy."
"Dia tidak bisa bermain sebagai pivot bersama Roy, dia tidak bisa hanya jadi 'orang kedua' di lini tengah (Man United). Dia harus jadi yang utama."
"Di Parma dan Lazio, segalanya melalui Seba. Tapi di Man United, ceritanya berbeda. Dia tak lagi jadi yang utama, ada gelandang-gelandang hebat macam Roy, Scholesy, Nicky," tukas Ferdinand.