Suara.com - Klub debutan Super League 2025/2026, PSIM Yogyakarta beberapa waktu lalu resmi memperkenalkan pelatih anyar, Jean-Paul van Gastel.
PSIM Yogyakarta di akun Instagram miliknya memperkenalkan pelatih Belanda, Jean-Paul van Gastel sebagai nakhoda baru untuk Super League musim depan.
Jean-Paul van Gastel bukan sosok sembarangan. Pelatih 53 tahun tersebut pernah membawa NEC Breda promosi ke Eredivisie.
Selain itu, ia sempat menjadi asisten pelatih Ronald Koeman dan Giovanni van Bronckhorst.

"Aku yakin denganmu, pelatih!" tulis akun Instagram PSIM Yogyakarta, Selasa (17/6).
Dikutip dari data Transfermarkt, Jean-Paul van Gastel memiliki lisensi pro-UEFA.
Sebelum jadi pelatih PSIM, Jean-Paul van Gastel menjalani karier di NEC dan klub Liga Super China, Guangzhou City.
Sejumlah pemain pernah ia latih, salah satunya pemain keturunan Indonesia, Matthew Steenvoorden.
Matthew Steenvoorden merupakan pesepak bola berpaspor Belanda yang lahir di Leidschendam pada 9 Januari 1993 silam.
Baca Juga: Mauricio Souza Beri Sinyal Duetkan 'Pentolan' Timnas Indonesia di Persija Jakarta
Steenvoorden sendiri memiliki darah Indonesia dari sang kakek. Diketahui, kakeknya sendiri lahir di Semarang, Jawa Tengah.
Jean-Paul van Gastel Soal Sepak Bola Indonesia
Meski punya opsi melanjutkan karier di Belanda usai sukses bersama NAC, ia memilih tantangan baru di Asia Tenggara.
Bagi Van Gastel, ini adalah babak baru dalam kariernya, sekaligus tantangan yang benar-benar berbeda dari apa yang biasa ia hadapi di Eropa. Namun, justru dalam perbedaan itulah ia melihat peluang untuk berkembang.
“Di Eropa kami terbiasa dengan kondisi yang berbeda. Sekarang, saya kembali ke hal-hal yang mendasar,"
"Saya senang bisa membantu klub ini dan merasakan bagaimana rasanya berada di sisi lain. Ini penting juga untuk pengembangan pribadi saya,” ujarnya kepada media Belanda Rijnmond.
Keputusan Van Gastel untuk melatih di Indonesia bukan karena keterpaksaan.
Meski sempat membawa NAC Breda promosi ke Eredivisie dan memiliki peluang untuk kembali melatih di Belanda, ia justru memilih untuk menantang dirinya di luar zona nyaman.

“Anak-anak saya sudah hampir dewasa dan sebentar lagi pasangan saya juga akan tinggal di sini secara permanen,” jelasnya mengenai alasan personal di balik kepindahan ini.
Selain atmosfer sepak bolanya, Van Gastel juga tengah beradaptasi dengan suasana kehidupan di Yogyakarta yang sangat berbeda dari yang ia kenal.
Salah satunya adalah suara azan dari masjid yang menjadi bagian dari keseharian warga.
“Setiap pagi saya bangun sekitar pukul 4 atau setengah 5. Karena di dekat tempat saya tinggal ada tiga atau empat masjid,"
"Suaranya luar biasa kencang. Tapi saya tidak masalah kok. Saya yang harus menyesuaikan diri. Saya ini tamu, kan,” ujarnya sambil tertawa.
Penunjukan Van Gastel menjadi pelatih PSIM Yogyakarta tentu membawa harapan besar bagi tim kebanggaan Kota Gudeg ini.
Dengan pengalamannya di Eropa serta keberhasilan mengantarkan klub promosi di Belanda, publik sepak bola Indonesia menantikan bagaimana sentuhan taktik pria 52 tahun ini akan memengaruhi performa PSIM di Super League.