Suara.com - Ballon d’Or, trofi berlapis emas yang menjadi simbol keagungan seorang pesepak bola, telah memikat dunia selama hampir tujuh dekade.
Digagas oleh majalah Prancis France Football pada 1956, penghargaan ini lahir dari visi Gabriel Hanot untuk menobatkan pemain terbaik Eropa, dengan Stanley Matthews dari Blackpool sebagai penerima perdana.
Panggung sepak bola dunia kembali memusatkan perhatiannya ke Paris. Ajang penghargaan individu paling bergengsi, Ballon d'Or, akan segera menggelar seremoni ke-69.
Acara ini dijadwalkan berlangsung pada 22 September 2025, lebih awal sebulan dari tahun sebelumnya.

Namun, di balik kilau trofi ini, terselip sejarah panjang, kontroversi yang membara, dan rumor tak sedap yang terus mengguncang reputasinya.
Awal Mula dan Evolusi Ballon d’Or
Ballon d’Or awalnya eksklusif untuk pemain Eropa yang bermain di klub Eropa, menyingkirkan legenda seperti Pele dan Diego Maradona dari daftar kandidat.
Pada 1995, aturan diperluas untuk mencakup pemain non-Eropa yang bermain di klub Eropa, membuka jalan bagi George Weah sebagai penerima pertama dari Afrika.
Sejak 2007, penghargaan ini menjadi global, memungkinkan siapa saja dari seluruh dunia untuk bersaing.
Baca Juga: Ballon d'Or 2025 Tanpa Messi & Ronaldo: Siapa Raja Baru Sepak Bola Dunia?
Lionel Messi, dengan delapan trofi, dan Cristiano Ronaldo, dengan lima trofi, mendominasi era modern, menjadikan Ballon d’Or panggung persaingan epik dua raksasa sepak bola.
Kontroversi yang Mengguncang
Namun, kilau Ballon d’Or kerap ternoda oleh kontroversi. Salah satu yang paling mencolok terjadi pada 2010.
Saat itu Lionel Messi mengalahkan rekan setimnya di Barcelona, Andres Iniesta dan Xavi Hernandez, yang baru saja membawa Spanyol juara Piala Dunia.
Banyak pihak mempertanyakan mengapa Messi, yang tak meraih trofi besar bersama klub atau timnas tahun itu, dianggap lebih layak.
Pada 2013, kemenangan Cristiano Ronaldo atas Franck Ribery juga memicu polemik.