Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang

Galih Prasetyo Suara.Com
Selasa, 30 September 2025 | 21:00 WIB
Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang
Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang [@FIFAcom]
Baca 10 detik
  • Kemenangan Irak di Piala Asia 2007 lebih dari sekadar prestasi olahraga
  • Gol tunggal Younis Mahmoud ke gawang Arab Saudi tidak hanya memastikan gelar pertama Irak di level Asia
  • Sejarah itu menjadi inspirasi bagi Indonesia – menjelang duel melawan Irak dan Arab Saudi di Oktober 2025, kisah heroik Irak di tengah keterpurukan bisa menjadi motivasi bagi Timnas Indonesia 

Suara.com - Jakarta, 29 Juli 2007. Stadion Gelora Bung Karno malam itu penuh cerita. Bukan hanya soal sepak bola, tapi juga soal harapan, luka, dan kebanggaan.

Final Piala Asia 2007 menghadirkan duel klasik Irak melawan Arab Saudi, dua negara Timur Tengah yang Oktober 2025 akan jadi lawan Timnas Indonesia.

Bagi Irak, laga ini bukan sekadar perebutan trofi. Mereka datang ke Indonesia dengan status “tim tanpa negara”.

Saat itu, tanah kelahiran mereka porak poranda akibat perang.

Banyak pemain bahkan sudah lama tak pulang ke rumah.

Namun di lapangan hijau, justru mereka menemukan pelarian, sekaligus cara untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Irak masih bisa berdiri tegak.

Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang [@FIFAcom]
Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang [@FIFAcom]

Kejutan dari Tim “Tanpa Negara”

Sejak fase grup, Irak tampil mengejutkan. Australia yang baru saja gabung ke AFC jadi korban pertama, dibantai 3-1 dalam panasnya Jakarta.

Younis Mahmoud dan kawan-kawan mulai diperhitungkan.

Irak terus melaju. Di semifinal, mereka menyingkirkan Korea Selatan lewat drama adu penalti di Kuala Lumpur.

Baca Juga: Prestasi Manis Indra Sjafri di ASEAN, Kembali Berjaya di SEA Games 2025?

Sayangnya, euforia kemenangan langsung berubah duka.

Saat rakyat Irak merayakan sukses timnasnya, dua bom meledak di Baghdad dan menewaskan puluhan orang.

Sepak bola dan perang berjalan beriringan—ironi yang sulit diterima.

Younis Mahmoud Jadi Pahlawan

Malam final di Gelora Bung Karno berlangsung panas, baik suhu maupun tensi laga. Ribuan penonton lokal memadati stadion.

Meski Indonesia sudah tersingkir, mayoritas suporter mendukung Irak—lebih karena rasa kesal terhadap Arab Saudi yang saat itu punya citra negatif di mata publik Indonesia.

Laga berjalan ketat. Hingga akhirnya, menit 72 jadi momen bersejarah. Younis Mahmoud, kapten sekaligus ikon Irak, menyundul bola ke gawang Saudi.

Gol itu bukan hanya menggetarkan jaring, tapi juga hati jutaan rakyat Irak yang haus akan kabar bahagia.

Iraq bertahan mati-matian hingga peluit akhir.

Skor 1-0 cukup untuk membawa mereka jadi juara Asia untuk pertama kalinya.

Di tengah perang dan keterasingan, sepak bola memberi mereka satu alasan untuk tersenyum.

Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang [@FIFAcom]
Malam Panas di Jakarta: Saat Irak Angkat Trofi di Tengah Perang [@FIFAcom]

Lebih dari Sekadar Trofi

Bagi rakyat Irak, kemenangan ini lebih besar dari sepak bola.

Ini adalah simbol persatuan, harapan, dan bukti bahwa mereka bisa mengalahkan raksasa meski datang dari reruntuhan.

Younis Mahmoud kemudian diakui sebagai legenda, satu-satunya pemain Irak yang pernah masuk daftar Ballon d’Or.

Sepuluh tahun memimpin timnas, Mahmoud jadi simbol perlawanan sekaligus kebanggaan.

Final panas di Jakarta itu kini dikenang sebagai salah satu momen paling emosional dalam sejarah Piala Asia.

Malam ketika sebuah tim tanpa negara mengalahkan segala rintangan, dan sepak bola sekali lagi membuktikan kekuatannya menyatukan manusia.

Semoga aura yang sama bisa tertular ke Timnas Indonesia di Arab Saudi pada Oktober nanti.

Diprediksi sulit hadapi Irak dan Arab Saudi, Timnas Indonesia semoga bisa membalikkan prediksi dan mencetak sejarah lolos ke Piala Dunia 2026.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI