Bahkan ada denda keterlambatan atas pembayaran kerugian ini Rp 1.000.000 setiap harinya.
Proses atas gugatan ini sudah berjalan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Mediasi pun telah dilakukan pada Kamis (29/2/2024) namun hasilnya gagal.
Sebelum Anofial Asmid mengajukan gugatan, ia sebenarnya telah lebih dulu digugat oleh lawannya, Saepuloh pada Februari 2020.
Hal ini karena Saepuloh sebagai perwakilan yayasan merasa, tanah tersebut adalah milik yayasan. Bukan pribadi kepunyaan Anofial Asmid, ayah Atta Halilintar.
Kemarin, pihak pondok pesantren memberikan klarifikasi terkait asal usul tanah tersebut.
"Pada 1993, tanah itu dibeli secara kolektif dan akhirnya menjadi milik yayasan," kata pengacara dari perwakilan pondok pesantren Al Anshar, Sedekah Gunawan di Sentul, Bogor, Jawa Barat pada Senin (11/3/2024).
Saat membeli, tanah itu dibuat atas kepemilikan Saepuloh, perwakilan yayasan.
Namun karena saat itu ayah Atta Halilintar menjadi pimpinan di pondok pesantren, kepemilikan kemudian berganti atas namanya.
"Terbitlah sertifikat atas nama beliau. Tapi tetap, tanah tersebut aset yayasan," jelas pengacara pondok pesantren.