Pendapat ini datang dari madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah. Madzhab Syafi’iyah adalah yang mayoritas ada di Indonesia.
Menurut edua madzhab tersebut, "Pernikahan itu batal apabila salah satu dari suami istri lebih dahulu masuk Islam dengan syarat belum melakukan persetubuhan, … maka menurut madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah yang masyhur dari mereka bahwa perceraiannya ditangguhkan sampai habis masa iddah. Jika suami atau istri tersebut masuk Islam masih pada masa iddah, maka pernikahannya tetap sah. Dan jika dia masuk Islam setelah habis masa iddah maka pernikahannya batal. Pendapat ini juga diambil oleh Al-Auza’i, Az-Zuhri, Al-Laits dan Ishaq."
5. Pendapat Kelima
Pendapat terakhir dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim, Hammad bin Abi Sulaiman, mirip seperti pendapat keeempat.
Disebutkan bahwa pernikahan dibekukan bisa seorang istri masuk Islam sebelum suaminya. Jika dia menginginkan perceraiann maka akan diceraikan dengan suaminya, dan jika menginginkan tetap bersamanya –maksudnya tetap menunggu dan menanti suaminya-, maka kapan saja si suami masuk Islam, maka dia tetap menjadi istrinya, selama wanita tersebut belum menikah dengan laki-laki lain, meskipun telah berlalu sekian tahun.
Persoalan ini diserahkan kepada wanita tersebut. Tidak ada hak bagi suaminya untuk bersikap tegas kepada istrinya, begitu pula sebaliknya, si istri tidak mempunyai hak untuk bersikap tegas kepada suaminya. Ketentuan hukum ini juga berlaku jika sang suami yang lebih dulu masuk Islam.