Suara.com - Fenomena sound horeg yang menggema dari Jawa Timur terus menjadi perbincangan panas di berbagai lapisan masyarakat.
Di tengah pro dan kontra antara hiburan rakyat dan potensi gangguan, Ustaz Derry Sulaiman mencoba memberikan solusi unik.
Sebagai pendakwah yang juga seorang musisi metal, pengalamannya dengan suara bising memberikan perspektif unik yang mencoba menjembatani berbagai kepentingan.
Ustaz Derry secara lugas menyoroti inti permasalahan yang menurutnya sering disalahpahami.
Baginya, teknologi sound system itu sendiri bersifat netral.
Namun, ketika digunakan hingga melampaui batas kewajaran, dampaknya menjadi persoalan serius.
Ia membuat perbandingan tajam antara sound horeg dengan panggung metal internasional yang pernah ia saksikan langsung.
"Saya nonton Slipknot, dan saya googling itu Slipknot itu ya itu band metal ter keras soundnya," ujar Ustaz Derry.
Ia menjelaskan bahwa band-band metal paling brutal di dunia sekalipun membatasi volume suara mereka.
Baca Juga: Warga Diungsikan Demi Sound Horeg! Karnaval Desa Donowarih Malang, Tuai Kontroversi
"itu mereka membatasi sound mereka itu 100 sampai 109 desibel. Itu band metal paling brutal di dunia 100 sampai 109. Kalau merapatkan kuping ke speaker 120, tapi sound horeg (sampai) 135 ini memang kalau saya rasa itu bisa mengakibatkan tuli permanen, tapi nanti bertahap, mungkin gak langsung tuli ya," katanya.
Angka 135 desibel inilah yang menjadi pusat perhatian Ustaz Derry.
Menurutnya, level kebisingan ekstrem tersebut adalah biang keladi dari berbagai dampak negatif yang dilaporkan, mulai dari kerusakan fisik pada bangunan hingga ancaman kesehatan yang serius.
Inilah yang ia yakini menjadi dasar dari fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Yang diharamkan MUI itu saya yakin bukan soundnya, tapi 135 desibel itu yang merontokkan genteng, yang bikin jantungan orang, mungkin bayi-bayi yang kita enggak tahu dia tulinya kapan ya," tegasnya.
Alih-alih mendukung pelarangan total yang dapat mematikan mata pencaharian ribuan orang, Ustaz Derry menawarkan solusi yang lebih konstruktif: regulasi ketat.