Dalam biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2003), Greg Barton mengisahkan bahwa kecintaan Gus Dur terhadap musik klasik dimulai sejak kecil.
Gus Dur cilik kerap dititipkan di rumah seorang kenalan keluarga bernama Willem Iskandar Bueller, seorang Jerman yang menetap di Indonesia dan kemudian memeluk Islam.
Untuk diketahui, Bueller merupakan sahabat dari ayahnya, KH Wahid Hasyim.

Dalam rumah Bueller inilah, Gus Dur kecil pertama kali mendengar musik klasik melalui piringan hitam yang diputar di gramofon.
Simfoni No 9 karya Beethoven, Eine Kleine Nachtmusik dari Mozart, hingga Z milik Bach menjadi santapan musiknya sejak usia dini.
Sejak hari pertama mendengarkan Simfoni No. 9 Beethoven, ia langsung jatuh cinta pada karya-karya sang maestro.
“Gus Dur terpesona oleh musik Beethoven sejak hari pertama ia mendengarnya lewat gramofon Bueller,” tulis Barton dalam bukunya (hlm. 39).
Kecintaannya terhadap musik klasik bertahan hingga masa dewasanya. Dalam berbagai kesempatan, Gus Dur kerap menunjukkan pemahamannya yang mendalam terhadap musik, bukan hanya dari segi komposisi tetapi juga dari interpretasi para konduktor yang membawakan karya tersebut.
Musik Klasik dan Pandangan Gus Dur
Baca Juga: Rekam Jejak Pandawara Group, Dipanggil Prabowo ke Istana Presiden Bahas Isu Sampah dan Lingkungan!
Bagi Gus Dur, musik klasik bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari kehidupan yang membentuk pola pikir dan perasaannya.
Simfoni Beethoven, yang sarat dengan semangat perjuangan dan kebebasan, mungkin juga mencerminkan kepribadiannya yang teguh memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia.
Kepergiannya dari Istana Negara membawa banyak cerita, tetapi kehilangan koleksi rekaman Beethoven adalah hal yang paling ia sesali. Sebuah penyesalan yang menunjukkan bahwa bagi Gus Dur, musik lebih dari sekadar suara—melainkan jiwa dari kehidupannya.