Kemunculan OM Lorenza diibaratkan dengan kemunculan tren fesyen atau mode yang tidak biasa.
‘Kelainan’ yang dimiliki di tengah banyaknya lagu dan musisi dangdut ini pantas menempatkan OM Lorenza sebagai trendsetter.
Melalui penelusuran Suara.com, istilah trendsetter tidak dicetuskan oleh siapa dan di mana.
Meski secara praktikal, istilah ini lebih berkaitan dengan dunia mode, ketimbang musik.
Satu hal yang menjadikan seorang trendsetter menjadi trendsetter terletak pada hasil dari ‘kelainan’ atau ‘sesuatu tidak biasa’ yang ditawarkan.
Contoh sederhana adalah apakah tren yang ditawarkan diterima dan menjadi terkenal.
“Kalau sesuatu yang sudah populer menjadi terlalu lama, dia (trendsetter) akan membuat sesuatu yang tidak biasa. Dia jadi trendsetter. Dibilang trendsetter ketika dia berhasil mempopulerkan sesuatu yang tidak biasa. Yang lain dari biasa,” ujar Lono Simatupang.
Menariknya, ‘yang tidak biasa’ ini bukan terbatas pada menciptakan yang benar-benar baru, melainkan perihal menghidupkan yang lama.
Aspek kedua ini yang mewakili kehadiran OM Lorenza dengan lagu lawas yang dibawakan, seperti Tambal Ban.
Baca Juga: PlayStation: The Concert, Konser Musik Game Ikonik Epik!
Pembawaan lagu lawas memunculkan kesan nostalgik bagi mereka yang pernah mendengarkan.
Sebut saja, ibu dan bapak yang menikmati waktu remaja dan dewasa kala lagu tersebut dirilis pertama kali.
Lain halnya bagi mereka yang belum pernah mendengar lagu tersebut, tidak ada kesan nostalgik yang diberikan, melainkan pengalaman yang anyar.
Kesan nostalgik yang dihadirkan pun tidak sepenuhnya persis dengan pengalaman yang sama di masa lalu.
“Yang lain dari biasa itu bisa seperti menciptakan yang belum pernah ada atau kembali lagi kepada yang sudah ada. Tapi apakah itu akan sepenuhnya (memberikan pengalaman yang sama) seperti yang lalu? Enggak. Kalau di dunia musik, kultur bunyi (musik) saat ini tidak sama dengan kultur bunyi (musik) tahun 70-an,” beber Lono Simatupang.
“Nostalgik itu adalah pernah mengalami dan mengunjungi pengalaman di masa lalu. Mereka yang bernostalgia adalah yang lahir tahun 70-an bukan 2000-an. Jadi, itu bukan nostalgik (bagi mereka generasi Z),” sambung Lono Simatupang.