Suara.com - Kabar wafatnya Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025) mengguncang dunia, sekaligus menandai akhir dari sebuah era dalam kepemimpinan Gereja Katolik Roma.
Umat Katolik dari berbagai belahan dunia berkabung. Namun pada saat yang sama, rasa penasaran pun mulai tumbuh.
Bagaimana proses pemilihan pemimpin baru akan berlangsung? Mengapa proses ini sangat tertutup dan penuh misteri?
Pertanyaan-pertanyaan ini muncul seiring para kardinal Gereja Katolik yang berusia di bawah 80 tahun bersiap berkumpul di Vatikan.
Mereka akan menggelar konklaf, sebuah ritual kuno dan rahasia yang menentukan siapa yang akan menjadi penerus Takhta Santo Petrus.
![Film Conclave [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/27/78290-film-conclave.jpg)
Film "Conclave" karya Edward Berger pun kembali menarik perhatian publik karena dirasa sangat relevan.
Film ini tidak hanya menyuguhkan drama, tetapi juga membuka jendela imajinatif menuju salah satu proses pemilihan paling rahasia di dunia.
"Conclave" dimulai dengan kematian seorang paus fiktif dan mengikuti perjalanan para kardinal dalam menentukan penggantinya.
Kardinal Thomas Lawrence (Ralph Fiennes), dekan College of Cardinals, memimpin konklaf dengan para kandidat kuat yang diperankan sejumlah aktor papan atas lain, seperti Stanley Tucci dan John Lithgow.
Baca Juga: 4 Film Islami yang Diadaptasi dari Novel Asma Nadia, Inspiratif Banget!
Film ini menggambarkan para kardinal yang dikurung di dalam lingkungan Vatikan, mengikuti serangkaian pemungutan suara dengan dinamika politik dan spiritual yang rumit.
Meskipun merupakan karya fiksi, film ini banyak dipuji oleh para pakar karena representasinya yang cukup akurat terhadap proses konklaf sebenarnya.
Bagaimana Prosesi Pemilihan Paus dalam Film Conclave?

Berbagai ritual yang ditampilkan dalam "Conclave" ternyata memang mendekati kenyataan.
Doa-doa yang dilantunkan, pembakaran surat suara, dan penggunaan jarum untuk merangkai kertas suara adalah bagian nyata dari prosesi konklaf.
Setiap kardinal menuliskan satu nama calon Paus di selembar kertas, yang kemudian dibacakan dan dijahit sebelum akhirnya dibakar.
Jika suara dua pertiga belum tercapai, asap hitam akan mengepul dari cerobong Kapel Sistina.
Sebaliknya, bila seorang Paus telah dipilih, asap putih akan muncul sebagai tanda bagi dunia.
"Conclave" menggambarkan momen-momen tersebut dengan nuansa dramatis yang kuat, ditambah scoring mengesankan.
Namun, terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan, salah satunya adalah penggunaan bahasa Inggris dan Spanyol dalam doa.
Dr. Piotr H. Kosicki dari University of Maryland menjelaskan bahwa doa dalam praktik nyata hanya menggunakan bahasa Latin atau Italia.
Seberapa Lama Prosesi Konklaf Bisa Berlangsung?

Dalam film, proses pemilihan berlangsung selama tiga hari dengan tujuh pemungutan suara. Ini bukan gambaran yang berlebihan.
Dalam sejarah modern, konklaf cenderung berlangsung cepat. Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus masing-masing terpilih hanya dalam dua hari.
Bila pemilihan berjalan lama, bisa jadi itu mencerminkan adanya perpecahan dalam pandangan atau preferensi di antara para kardinal.
Pemilihan Paus bukan hanya soal spiritualitas, tapi juga soal strategi dan politik internal gereja.
Menurut Dr. Massimo Faggioli dari Villanova University, masa sede vacante (ketika takhta Paus kosong) sering menjadi waktu intens di mana berbagai faksi dalam gereja berusaha memengaruhi arah pemilihan.
Film "Conclave" tidak ragu menggambarkan sisi ini dengan menampilkan perdebatan, kesepakatan diam-diam, dan pertarungan visi antar kardinal.
Walau tak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi di balik dinding Kapel Sistina, pendekatan film ini terasa masuk akal dan realistis.
"Conclave" mengumpulkan lebih dari USD 115 juta (sekitar Rp1,93 triliun) di box office global serta sederet penghargaan seperti BAFTA dan Oscar untuk skenario adaptasi terbaik.
Film ini juga berhasil menarik perhatian dunia bukan hanya karena kualitas sinematiknya, tetapi karena ketertarikan publik terhadap prosesi sakral yang jarang tersorot.
Di tengah suasana berkabung atas wafatnya Paus Fransiskus, "Conclave" menjadi semacam pengantar yang membuka mata dunia tentang bagaimana Gereja Katolik menentukan pemimpinnya yang baru.
Kontributor : Chusnul Chotimah