Suara.com - Absennya Najwa Shihab di pemakaman suaminya, Ibrahim Assegaf dipertanyakan netizen.
Belakangan terungkap kalau keluarga melarang perempuan ikut mengantar jenazah Ibrahim ke tempat peristirahatan. Pelayat perempuan disarankan untuk mendoakan dari rumah duka saja.
Hal ini diketahui dari papan pengumuman yang ada di makam. Fotonya beredar beredar di media sosial dan menjadi viral.
Lantas bagaimana sebenarnya hukum perempuan berziarah ke makam?

Dilansir dari laman MUI, dalam syariat Islam, ziarah kubur merupakan amalan yang dianjurkan untuk mengingat kematian dan mendoakan orang yang telah wafat.
Namun, ketika berbicara mengenai hukum ziarah kubur bagi wanita, ulama memiliki perbedaan pendapat yang cukup beragam.
1. Pendapat yang Menganggap Makruh
Sebagian ulama memandang bahwa wanita boleh menziarahi kubur, namun hukumnya makruh. Pandangan ini mengacu pada hadits dari Abu Hurairah ra, yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya Rasulullah melaknat para penziarah kubur."
Meski hadits tersebut bersifat keras, para ulama yang berpegang pada pendapat ini tidak serta-merta memaknainya sebagai pengharaman mutlak. Mereka menilai bahwa larangan tersebut menunjukkan kemakruhan, bukan haram, mengingat adanya hadits lain yang justru membolehkan wanita untuk berziarah.
Baca Juga: Kondisi Najwa Shihab di Hari Pemakaman Suami, Tak Menangis tapi Tatapan Kosong
2. Pendapat yang Mengharamkan Ziarah Kubur bagi Wanita
Sebagian ulama lainnya memilih pemahaman yang lebih tegas, yakni mengharamkan wanita melakukan ziarah kubur. Mereka tetap berpegang pada hadits laknat tadi sebagai dasar hukum larangan yang bersifat mutlak.
![Anak Najwa Shihab, Izzat Ibrahim Assegaf (baju hitam) saat menandu keranda jenazah sang ayah, Ibrahim Sjarief Assegaf di TPU Jeruk Purut, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025. [dok: Narasi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/21/36509-anak-najwa-shihab-izzat-ibrahim-assegaf-baju-hitam-saat-menandu-keranda-jenazah-ibrahim-sjarief.jpg)
Kelompok ini berpendapat bahwa meskipun ada hadits pembolehan, larangan awal tetap berlaku dan bersifat mengikat.
3. Pendapat Mayoritas Ulama: Dibolehkan dengan Syarat
Pandangan mayoritas ulama atau jumhur menyatakan bahwa wanita boleh melakukan ziarah kubur, asalkan aman dari fitnah dan tidak menimbulkan kerusakan moral atau pelanggaran syariat.
Dasar pendapat ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah ra. Ketika ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW mengenai apa yang sebaiknya diucapkan saat menziarahi kubur, Nabi menjawab "Ucapkanlah: 'Semoga keselamatan tercurah bagi para penghuni kubur dari kalangan mukmin dan muslim. Semoga Allah merahmati orang-orang yang lebih dulu dan yang belakangan. Kami, insya Allah, pasti akan menyusul kalian."
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak hanya memperbolehkan, tetapi juga mengajarkan adab ziarah kubur kepada wanita.
Dalil Lain yang Menguatkan Pembolehan
Beberapa riwayat lain turut memperkuat pendapat bahwa wanita boleh berziarah, antara lain:
Riwayat seorang wanita yang menangis di makam anaknya, yang saat itu tidak dilarang oleh Rasulullah SAW. Beliau hanya menasihati: "Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah."
Kemudian ada Sayyidah Fatimah ra yang diriwayatkan menziarahi makam pamannya setiap hari Jumat. Ada juga riwayat Aisyah ra yang ketika ditanya dari mana ia berasal, menjawab bahwa ia baru pulang dari menziarahi makam saudaranya, Abdurrahman.
Saat ditanya apakah Rasulullah tidak melarang ziarah kubur, ia menjawab: "Benar, dahulu Rasulullah melarang. Namun kemudian beliau memerintahkannya."
Kapan Ziarah Kubur Dilarang bagi Wanita?
Larangan ziarah kubur bagi wanita muncul bila ziarah tersebut menimbulkan fitnah atau melanggar aturan syariat, seperti menangis histeris, meratap dan berteriak, meninggalkan kewajiban utama, dan terjadinya percampuran antara pria dan wanita selama perjalanan.
Jika ziarah dilakukan dalam kondisi yang demikian, maka hukumnya menjadi tidak diperbolehkan, karena menimbulkan kerusakan atau pelanggaran.