Suara.com - Rumah produksi Starvision mengumumkan proyek film terbaru mereka berjudul Jodoh 3 Bujang.
Mengambil latar belakang kehidupan warga Makassar, Jodoh 3 Bujang mengangkat isu tentang uang panai pernikahan yang diklaim mulai mengalami pergeseran makna.
"Uang panai ini sudah bergeser maknanya di era flexing zaman ini," kata Arfan Sabran selaku sutradara dan penulis skenario film Jodoh 3 Bujang dalam sesi jumpa pers di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2025.
Ada juga tradisi nikah kembar di Makassar, yang disebut Arfan Sabran sebagai salah satu solusi untuk tetap bisa menggelar pernikahan di tengah buruknya situasi ekonomi.
"Nikah kembar itu kemudian jadi solusi untuk sebuah tekanan ekonomi yang ada di Makassar," ujar Arfan Sabran.
Proses syuting film Jodoh 3 Bujang juga dilakukan di Makassar, untuk menyesuaikan latar belakang ceritanya.
Chand Parwez selaku produser pun blak-blakan berbagi cerita bahwa ongkos syuting di Makassar jauh lebih tinggi ketimbang di New York sekali pun.
"Mungkin teman-teman berpikir bahwa mengangkat film dengan kearifan lokal itu mudah. Nah, ini perlu saya jelaskan di sini," kata produser Chand Parwez di lokasi yang sama.
"Saya sudah membuat beberapa film yang mengangkat kearifan lokal, yang faktanya justru membutuhkan effort lebih besar," ucap Chand Parwez menambahkan.
Baca Juga: Teror Ummu Sibyan Kembali! Sinopsis dan Fakta Film Waktu Maghrib 2 yang Bikin Merinding
![Poster film Jodoh 3 Bujang. [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/05/26/56196-poster-film-jodoh-3-bujang.jpg)
Chand Parwez menggambarkan, untuk syuting di Makassar dia membutuhkan uang setidaknya Rp1 miliar untuk memobilisasi peralatan.
"Rp1,1 miliar atau Rp1,2 miliar gitu mungkin. Kalau syuting di New York, dengan tim kecil, tidak akan sampai angkanya seperti itu," imbuhnya.
Ini bukan kali pertama Chand Parwez merasakan ongkos syuting di Indonesia lebih besar ketimbang di luar negeri.
"Saya pernah bikin Critical Eleven yang syuting di New York, dan pada saat bersamaan saya syuting Susah Sinyal di Sumba Timur. Budget-nya, ternyata jauh lebih mahal syuting di Sumba Timur," tutur Chand Parwez.
"Syuting di Baubau juga, film Komang. Mungkin orang berpikir syuting di Baubau itu mudah, ternyata tidak. Itu lebih mahal dari kami syuting The Architecture of Love di New York," imbuh Chand Parwez.
Namun, Chand Parwez tak keberatan dengan hal itu karena percaya akan ada dampak positif dari film-film yang mengusung nilai kearifan lokal.