"The Last Paradise. Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan, hanya demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah," keluh Greenpeace dalam keterangan unggahannya.
Sebelum masuk ke Raja Ampat, pertambangan nikel yang jadi bagian program hilirisasi disebut Greenpeace sudah meninggalkan kerusakan di berbagai tempat.
"Hilirisasi nikel, yang digadang-gadang sebagai jalan menuju energi bersih, telah meninggalkan jejak kehancuran di berbagai tempat, dari Sulawesi hingga Maluku," papar Greenpeace.
Ada andil PT Antam di balik praktek pertambangan nikel yang menimbulkan kerusakan alam di wilayah Raja Ampat.
Dengan demikian, Greenpeace menuntut pemerintah mengambil sikap untuk mencegah kerusakan alam lebih parah di Raja Ampat.
"Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi," tegas Greenpeace.
Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Bahlil Lahadalia sempat bersikeras bahwa lokasi pertambangan nikel tidak merusak lokasi wisata di Raja Ampat.
"Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering ke Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau GAG itu kurang lebih sekitar 30 kilometer sampai dengan 40 kilometer," papar Bahlil dalam pernyataannya di Jakarta baru-baru ini.
Bahkan, Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa masyarakat di lokasi pertambangan nikel pun memberikan dukungannya ke pemerintah.
Baca Juga: Melanie Subono: Ribuan Kasus Raja Ampat Belum Terungkap, Indonesia Darurat Perampasan
Bahlil Lahadalia, dalam kunjungannya ke Pulau GAG, menyaksikan sendiri bagaimana penduduk di sana malah mendorong pemerintah melanjutkan proyek pertambangan nikel.
Namun pada akhirnya, izin pertambangan di wilayah Raja Ampat tetap diberhentikan sementara karena sudah memancing kemarahan rakyat.